Cari Blog Ini

Selasa, 29 Desember 2009

ARKETISME INTELEKTUAL

intelektual
Sebuah surat pembaca di harian nasional membuat saya tercenung. Intinya begini “bangsa kita terpuruk. Rakyat dililit kesulitan ekonomi, pemimpin semakin egois, dan masyarakat dilanda dekadensi moral….sampai kapan kondisi ini dibiarkan? Ke mana para intelektual bangsa ini?”

Intelektual? Mengapa harus intelektual? Agaknya si penulis surat pembaca itu tak berlebihan jika berasumsi kalau saja para intelektual berfungsi sebagaimana mestinya, bisa jadi bangsa ini selamat dari keterpurukan. Seperti diungkapkan oleh Vaclav havel, kaum intelektual itu merupakan hati nurani bangsa. Intelektual adalah mereka yang membaktikan hidupnya untuk berfikir demi kepentingan umum.

Apa yang dikatakan havel itu sekaligus memilah orang menjadi : mereka berfikir demi kepentinga pribadi dan kepentingan umum. Mereka yang selama ini cendering memikirkan kepentingan pribadi misalnya berfikir keras untuk melanggengkan kekuasaanya atau korupsi dengan sebesar-besarnya demi kenikmatan pribadi, maka havel menempatkan mereka bukan sebgai intelektual. Tak perduli mereka itu mengenyam pendidikan tinggi, katakana doctor luar negeri yang lulus cemerlang, tetapi jika sudah terjebak kepada prilaku berfikir demi kepentingan pribadi maka gugurlah sebutan intelektual dimaksud.

Ini paralel dengan batasan yang diberikan Antonio gramsci dalam bukunya Selections from prison note books (1978); bahwa semua manusia adalah intelektual. Tetapi tidak semua orang dalam masyarakat memiliki fungsi intelektual. Lantas, jika dikolaborasikan dengan batasan havel, maka lahirlah sebuah asumsi bahwa mereka yang telah memikirkan kepentingan pribadi telah kehiklanan fungsi intelektual. Atas dasar ini wajar jika pertanyaan public (diwakili surat pembaca tadi) “kemanakah para intelektual?” diubah menjadi “mengapa fungsi intelektual tak nampak?”.

Saat membicarakan fungsi intelektual ini saya jadi teringat pernyataan sartono kartodirjo saat peluncuran bukunya, sejak indische sampai Indonesia. Saat itu eyang guru mengatakan intelektual diharapkan menjadi kelompok inti pembaruan masyarakat yang bobrok ini. Salah satu langkah adalah menjalankan etos mesu budi, yaitu mengurangi makan dan tidur, serta bekerja keras dengan disiplin. Mesu budi ini sebangun dengan asketisme intelektual.

Laku pertapa

Asketik adalah istilah yang sering digunakan kepada rahib. Istilah ini berasal dari bahasa yunani uang berarti laku (menjalankan). Rahib memperaktikan asketik sebagai maksud membedakan dengan orang kebanyakan.
Laku ini kebih banyak mempraktikan berbagai tindakan penyiksaan diri agar disenangi oleh tuhan. Wajr saja jika kemudian asketisme acapkali diekspresikan ke dalam ide-ide kemartiran, keperawanan dan selibt sebagai penyerahan diri kepada tuhan.
Kemudian konsep itu berubah, tetapi tetap saja menjauh dari duniawi, seperti hidup sebagi pertapa. Salah satu tokohnya adalah simeon stylite (390-459).
Sejak itu asketik-asketik menempuh hidupnya secara unikkk.ada yang hidup di bubungan rumah selam 53 tahun, dan ada pula yang hidup di bak mandi yang digantungkan di udara selam 10 tahun. Ada pula yang selama enam buan tidur di dalam paya dan mengeluarkan badannya yang telanjang untuk di sengat lalat beracun. Lalu, ada yang selama tiga tahun hidup di sumur kering, bediri selama empat tahun, makan jagung busuk selama berbulan-bulan, dan keunikan lain yang jarang dijumpai pada zaman sekarang ini.
Tahun demi tahun asketisme terus menglami perubahan dan istsitusionalisasi.s ampai seatu saat asketisme secara umum mencakup penerimaan penderitaan fisik yang disebabkan oleh orang lain (contohnya penganiayaan) hingga penyangkalan (seperti menolak kebutuhan tubuh; makan, tidur seks, bicara dll).
Asketisme baru menuntut sebuah penyangkan diri dan penderitaan melalui tugas-tugas tertentu. Alasannya tetap sama; penebusan dosa, penaklukan diri, bersyafaat demi kemurahan dan kebaikan illahi.
Saat ini ideal asketik lebih pas memakai pandangan etikanya irving babbit. Ideal asketik, kata babbit, adalah pada kebijakan kepantasan, sikap sedang, pembatrasan, penaklukan diri, pemeriksaan batin, hingga kehendak untuk menahan diri. Dari sinilah muncul penegrtian harfiah bahwa asketisme adalah paham yang mempraktikan kesederhanaan, kejujuran, dan kerelaan berkorban.

Membangun ke-“kita”-an
Dari pengertian harfiah saja kita sudah bisa membayangkan dampak dari lelaku asketik. Kesederhanaan, kejujuran, dan kerelaan berkorban merupakan pilar-pilar untuk membangun ke-kita-an.
Logika kesederhanaan adalah membatasi nafsu duniawi sehingga muncul peluang untuk membagi kenikmatan kepada orang lain. Kemewahan acapkali mengantarkan seseorang kepada sifat keserakahan sebagai representasi “saya” bukan “kita”. Seumpama “saya” bisa bermewah-mewahan karena “saya” bekerja keras membanting tulang. Kesederhanaan mendorong seseorang menjadi berfikir segala sesuatu yang terjadi pada “kita”. Seumpama begini “saya” tak layak untuk bermewah-mewahan karena diantara “kita” masih banyak beragam kesusahan.
Keutamaa akan “saya” membuat seseorang berfikir panjang untuk berkorban. Sebaliknya, “kita” mendorong orang untuk rela berkorban demi orang lain. Di antara ‘kita” masih ada orang yang dibekap kemiskinan dan mereka butuh uluran bantuan, maka “saya” harus rela berkorban. Inilah yang dinamakan kepekaan. Sikap ini pula yang membuat seseorang menjadi manusia utuh. Bukankah jon sorbino, tokoh solidaritas el savador, pernah menyatakan “kita benar-benar menjadi manusia apabila mempunyai kepedulian dan tangbung jawab terhadap kehidupan manusia lain, terutama yang menderita dan yang paling miskin maupun tertindas.”
Kaum intelektual idealnya mendekati manusia utuh versi sorbino ini. Mereka peduli kepada kaum yang menderita dan peka mendengarkan suara rakyat. Kaum intelektual berdiri di belakang para kaum tertindas sembari mengatakan kebenaran. Seperti diingatkan oleh edward said, orang intelektual adalah pencipta sebuah bahasa yang mengatakan yang benar kepada yang berkuasa.
Fakta yang terjadi di Negara ini, orang-orang yang berkuasa acapkali salah memahami arti kekuasaan. Para penguasa itu mengingkari makna akuntabilitas, yakni tanpa mau mengembalikan kepercayaan yang diberikan rakyat untuk kebaikan rakyat. Justru yang terjadi, kepercayaan rakyat digunakan untuk kepentingan pribasi atau kelompoknya. Akibatnyja, rakyat merasa dikhianati. Ekspresi kemarahan rakyat terkadang membabi-buta dengan bentuk anarkisme.
Bagi intelektual, “menciptakan sebuah bahasa” bukanlah soal mudah, teritama bagi mereka yang menjadi intelektual organic. Terkadang urusan perut mengabaikan fungsi keintelektualan seseorang.
Barangkali “pengakuan” dua orang dosen ini bisa mewakili kaum terdidik kita. Pertama adalah seorag doctor yang disegani di yogyakarta. Kalau namanya saya sebut, orang akan tahu bahwa sosok ini adalah seorang ilmuwan humaniora yang banyak berkarya. Ia pernah mewanti-wanti saya, “ilmu itu harus digunakan untuk perbaikan bangsa.” Belakangan saya bisa mengamati sikapnya, ia memang asketik intelektual. Ia mengaku masih bisa hidup dengan gajirelatif kecil, sementara penghasilan tambahan digunakan untuk menerbitkan jurnal dan membangun komunitas budaya.
Orang kedua adalah seorang ekonom. Ia sudah mengajar selama 20 tahun, tetapi mengaku (pengakuannya pernah dimuat di Koran local), gaji kotornya tak melebihi 2 juta rupiah perbulan. Saya membayangkan dengan gaji sebesar itupastilah hidupnya sederhana.
Akan tetapi, bayangan saya buyar tatkala suatu saat berkunjung ke rumahnya. Walah… walah, out sih bukan rumah mulik seorang yang bergaji kurang dari 2 juta. “tiga bulan lalul kami pindah ke sini. Kami membeli dari seseorang seharga 600 jt, kata sang ekonom menjelaskan. “kalo melulu dari gaji, ya engak mungkin bisa beliiii rumah ini. Ternyata ia dosen biasa di luar (bukan luar biasa).
Kalo ditimbang-timbang berada di manakah kaum cerdik-pandai kita? Ada pada orang pertama atau orang kedua? Sesungguhnya dari hasil menimbang itu kita sudah menenmukan jawaban dari surat pembaca itu. Ternyata, urusan perut membuat banyak orang melupakan fungsi intelektual. Maka wajar saja jika bangsa ini tak juga bangkit dari keterpurukan.

Kematian Neonatal

Kematian Neonatal


A. Definisi Kematian Neonatal
Kematian adalah akhir kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya mati secara permanen, baik dari penyebab alami seperti penyakit atau dari penyebab tidak alami seperti kecelakaan.
Kematian neonatus(neonatal) yaitu kematian neonatus lahir hidup pada usia gestasi 20 minggu atau lebih. Sedangkan, neonatus lahir hidup adalah salah satu neonatus yang menunjukkan bukti hidup setelah lahir, bahkan bila hanya sementara (pernapasan, denyut jantung, gerakan otot volunter, atau pulsasi dalam korda umbilikalis), dan yang meninggal dalam 28 hari.
Kematian perinatal dini (early neonatal death) ialah kematian bayi dalam 7 hari pertama kehidupan. Kematian perinatal (perinatal mortality) ialah jumlah bayi lahir mati dan kematian bayi dalam 7 hari pertama sesudah lahir (Prawirohardjo, 2005: 786).
Kematian neonatal terdiri atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup dalam 7 hari setelah kelahiran, sedangkan kematian neonatal lanjut merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup lebih dari 7 hari sampai kurang 29 hari.
Angka kematian neonatal adalah jumlah kematian neonatal per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian neonatal dipengaruhi oleh kelahiran hidup. Kelahiran hidup (live birth) dapat didefinisikan sebagai keluarnya hasil konsepsi secara sempurna dari ibunya tanpa memandang lamanya kehamilan, dan sesudah terpisah dari ibunya bernapas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyutan tali pusat atau pergerakan otot, tidak peduli apakah tali pusat telah dipotong atau belum.
Tanda utama kelahiran hidup adalah neonatus dapat bernapas. Tanda-tanda kehidupan lainnya meliputi denyut jantung dan gerakan spontan yang jelas dari otot volunter.
Kelahiran mati (stillbirth) adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1.000 gram) (Prawirohardjo, 2005 : 786).
Kematian janin (feotal death) merupakan kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernapas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot (Prawirohardjo, 2005 : 786).
Angka kematian perinatal adalah jumlah bayi lahir mati (kematian janin) ditambah kematian neonatal per 1.000 kelahiran total.
Seringkali ditemukan perbedaan dalam angka-angka statistik mengani kematian perinatal, yang disebabkan karena kriterium yang dipakai mengenai berat badan lahir dan lamanya kehamilan tidak selalu sama, maka WHO menganjurkan untuk kelahiran hidup dan kelahiran mati berat badan minimum ialah 1.000 gram.
Angka Kematian Bayi adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Angka Kematian Bayi terbagi atas angka kematian Neonatal dan, angka Kematian pasca Neonatal. Kematian perinatal dipengaruhi atas kematian janin dan kematian Neonatal. Untuk menurunkan Angka Kematian Bayi, dalam kematian pasca neonatal relatif lebih mudah dibanding menurunkan kematian Neonatal karena berhubungan dengan kematian Perinatal.

B. Sebab Kematian Neonatal
1. Faktor Ibu
a. Masa Kehamilan
- ANC
- Infeksi ibu hamil : rubela, sifilis, gonorhoe, malaria
- Gizi ibu hamil
- Karakteristik ibu hamil : umur, paritas, jarak
b. Persalinan
- Partus macet/ lama : letak sunsang, bayi kembar, distocia
- Tenaga Penolong Kehamilan
2. Faktor Janin
a. Umur 0 – 7 hari : BBLR, Asfiksia
b. Umur 8 – 28 hari : pneumonia, diare, tetanus, sepsis, kelainan kogenital

MASA BAYI NEONATAL

Kasih Sayang Sesudah Anak Dilahirkan
Bila keadaan anak pada masa pra-natal sudah harus diperhatikan, maka keadaannya sudah dilahirkan jelas tidak boleh diabaikan.
Begitu anak dilahirkan, mulailah ia hidup bersama dengan orang-orang lain. Hal ini berarti bahwa anak mulai harus menyesuaikan dirinya dalam diluar rahim ibu.
Pertama ia harus bisa bernafas sendiri melalui hidung dan paru-parunya, ia harus bisa makan melalui mulutnya, ia harus dapat melakukan pembuangan(defikasi) melalui organ-organ pembuangannya dan ia juga harus data menyesuaikan diri dengan suhu disekitarnya. Anak yang masih sangat kecil tadi membutuhkan bantuan, perhatian, dan pemeliharaan dalam rangka kasih saying orang tua dan orang dewasa yang lain.
Faktor lain yang berhubungan dengan sifat kepribadian anak dikemudian hari adalah apa yang disebut dasar percaya dan dasar curiga terhadap dunia luar atau orang-orang lain. Orang yang mempunyai sifat dasar percaya pada orang lain beranggapan bahwa didunia ini lebih banyak orang yang baik daripada yang tidak baik.
Perilaku kasih saying pada waktu itu yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok hidup anak menimbulkan kepercayaan bahwa orangtua itu baik. Ia percaya bahwa kalau lapar, ia akan diberi makan, kalau ia kedinginan, akan diselimuti, kalau ia mengalami kesulitan ia dapat lari minta tolong orang tuanya. Orang tuanya dapat dipercaya dari itu orang lain juga baik.

Sebaliknya anak yang tidak disayang, mungkin karena ia tidak dikehendaki kelahirannya tidak memperoleh apa yang dibutuhkan. Seperti telah disinggung dimuka sikap hidup anak yang kekurangan kasih sayang tadi bersifat negative, menolak orang lain, curiga pada orang lain, namun dalam hati ia sangat mendambakan kasih saying orang lain.
Seringkai kasih saying perlu dikatakan bila orang tua akan mengarahkan atau menegur anak karena perbuatan yang tidak baik. Jelas sekali bahwa pada usia yang awal itu sikap orangtua khususnya ibu, membentuk kepribadian anak dikemudian hari.
Anak yang ditelantarkan oleh ibunya mengalami apa yang disebut deprivasi emosional yang artinya kekurangan pemberian emosi kasih sayang. Deprivasi emosional ini mengakibatkan reaksi-reaksi tertentu pada anak yaitu: tidak mau menghisap (Menghisap: perilaku terpenting bagi anak yang menyusu untuk tetap hidup), Muntah-muntah, hipertensi, menjerit-jerit, sulit dan akhirnya anak kehilangan perhatian sama sekali, acuh terhadap sekitarnya.
Pemberian kasih saying tadi berkaitan dengan salah satu hal yang pada waktu ini menjadi perhatian para ahli psikologi perkembangan yaitu kebutuhan anak untuk melekatkan dirinya pada orang lain.

Pada anak tingkah laku lekat atau”attachment behavior” tadi ditandai oleh menangis bila obyek kelekatannya pergi atau tidak ada dan tingkah laku senang bila obyek kelekatnys dating dan menghampirinya.
Adanya kesempatan untuk dapat mengembangkan tingkah laku lekat ini adalah syarat mutlak bagi anak untuk berkembang yang sehat dan normal dan kelak mempunyai penyesuaian diri yang baik.

PERIODE BAYI NEONATAL
Masa bayi neonatal menurut kamus yang baku , merupakan permulaan atau periode agar keberadaan seabagi individu dan bukan sebagai parasit didalam tubuh ibu. Kamus juga merumuskan bayi sebagai seorang anak dalam kehidupannya yang pertama.
Menurut istilah medis, bayi adalah seorang anak yang muda usianya.

Ciri-ciri bayi neonatal
Masa bayi neonatal merupakan periode tersingkat dari semua periode perkembangan.
Masa ini dimuali dari kelahiran dan berakhir pada saat bayi menjelang dua minggu.
Periode yang tersingkat dari semua periode perkembangan yang ada. Menurut criteria medis penyesuaian ini akan berakhir pada saat tali pusat lepas dari pusarnya.
Menurut criteria fisilogi berakhir pada saat bayi mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan perkembangan perilaku. Sekalipun pada umumnya bayi menyelesaikan penyesuaian ini dalam dua minggu atau sedikit lebih cepat.

Pembagian Masa Bayi Neonatal

Periode partunate (mulai saat kelahiran sampai antara lima belas dan tiga puluh menit sesudah kelahiran). Periode ini bermula dari keluarnya janin dari rahim ibu dan berakhir setelah tali pusar dipotong dan diikat. Sampai hal ini selesai dilakukan, bayi masih merupakan pascamatur yaitu lingkungan diluar tubuh ibu.
Periode Neonate( dari pemotongan dan pengkatan tali pusar sampai akhir mingggu kedua dari kehidupan pascamatur). Sekarang bayi adalah inidividu yang terpisah, mandiri dan tidak lagi merupaakan parasit. Selama periode ini bayi harus mengadakan penyusuaian pada lingkungan baru diluar tubuh ibu.

Masa Bayi Neonatal Merupakan Masa Terjadinya Penyesuaianyang radikal

Meskipun tentang kehidupan manusia secara resmi dimulai pada saat kelahiran. Kelairan merupakan suatu gangguan pada pola perkembangan yang dimulai pada saat pembuahan. Ini adalah suatu peralihan dari lingkungan dalam ke lingkungan luar. Seperti halnya semua peralihan diperlukan penyesuaian dari bayi. Bagi beberapa bayi penyesuaian mudah dilakuakn , namun bagi bayi lain terasa sulit dan mengalami kegagalan. Miller mengatakan dalam seluruh kehidupannya, tidak pernah terjadi perubahan lokasi yang sangat menyeluruh.

Masa Bayi Neonatal Periode Yang Berbahaya

Masa bayi neonatal merupakan periode yang berbahaya, baik secara fisik maupun psikologi. Secara fisik periode ini berbahaya, karena sulitnya mengadakan penyesuaian diri secara radikal yang terpenting pada lingkungan yang sangat baru dan sangat berbeda.
Secara psikologi, masa bayi merupakan saat terbentuknya sikap dari orang-orang yang berarrti bagi bayi.

Penyesuaian Bayi Neonatal
Perubahan suhu
Didalam rahim suhunya tetap, yaitu 100°F, sedangkan dirumah sakit atau diumah berkisar 60°sampai 70°F.

Bernapas
Kalau tali pusar diputus, bayi mulai harus bernapas sendiri. Menghisap dan menelan. Sekarang bayi harus memperoleh makanan dengan jalan menghisap dan menelan, tidak lagi memeperolehnya melalui tali pusar. Refleksi-refleksi ini belum berkembang sempurna pada waktu lahir dan bayi seringkali tidak cukup memperoleh makanan yang diperlukan sehingga berat badanya menurun.

Pembuangan
Alat-alat pembuangan bayi mulai berfungsi segera setelah dilahirkan, sebelumnya pembuangan dilakukan melalui tali pusar. Indikasi kesulitan penyeseuaian terhadap kehidupan pascanatal.

Berkurang berat badan
Karena adanya kesulitan untuk menghisap dan menelan, bayi yang baru lahir biasanyamengalami penurunan berat badan dalam minggu pertama.

Perilaku Yang Tidak Teratur
Pada hari pertama atu kedua hidup pascanatal, semua bayi menunjukkan perilaku yang relative tidak teratu, seperti ketidak teraturan dalam bernapas, sering kencing dan berak, berdesah dan muntah. Hal ini sebagian disebabakan karena adanya tekanan pada otak selama persalinan yang mengakibatkan keadaan pingsan dan sebagian karena keadaan susunan saraf otonom yang kurang berkembang yang mengendalikan keseimbangan tubuh.

Kematian Bayi
Bahkan hingga sekarang ini, tingkatan kematian bayi selama dua hari pertama pascanatal cenderung tinggi. Kematian itu disebabkan banyak factor yang berbeda.

Jenis-jenis Persalinan
Alamiah Atau Spontan
Dalam persalinan alamiah, posisi dan besarnya janin dalam hubungannya dengan alat-alat reprodukasi ibu mempermudah bayi lahir, secara normal, dengan posisi kepala dibawah.

Sungsang
Dalam persalinan sungsang, bokong keluar lebih dulu disusul oleh kaki dan akhirnya baru kepala.

Melintang
Posisi janin melintang dalam rahim ibu. Dalam hal ini harus dipergunakan alat-alat untuk persalinan kecuali kalau posisi janin dapat berubah sebelum proses kelahiran mulai.

Alat
Kalau janin terlampau besar sehingga tidak dapat keluar secara spontan atau kalau posisi sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan persalinan normal, harus dipergunakan alat untuk membantu persalinan.

Lamanya Periode Kehamilan
Kondisi keempat yang mempengaruhi penyesuaian bai pada pascanatal adalah panjangnya periode kehamilan. Sedikit sekali bayi dilahirkan tepat 280 hari setelah terjadi pembuahan. Mereka yang dilahirkan sebelum waktunya dikenal sebagai bayi-bayi premature dirumah sakit sering disebut sebagai preemies sedangkan yang lahir terlambat dikenal sebagai postmatur, atau bayi postterm.

Beberapa tanggapan yang umum yang tampak selama periode neonatal berupa penglihatan yang menatap pada cahaya, gerakan mata yang spontan,cucuran air mata. Tanggapan yang berhubungan dengan makan seperto gerak lidah, pipi, dan bibir,menghisap jari, menguap, tersedak, gerakan mulut yang berirama, mengerutkan kening dan alis, menggerakkan tubuh, menghentakan tubuh, gerakan tangan dan lengan, menendang-nendang, gerakan tungkai dan kaki. Semua gerakan ini tidak terkoordinasi, tidak terumu dan tan tiadak bertujuan. Gerakan ini merupakan dasar bagi perkembangan gerakan sangat terkoordinasi dan terampil sebagai proses belajar.

Vokalisasi Bayi
Vokalisasi bayi neonatal dapat diabgi dalam 2 kategori yaitu suara tangis dan suara yang eksplosit. Selama masa neonatal dan bulan pertama dari masa bayi, tangis merupakan bentuk suara yang menonjol. Suara eksplosit adalah jenis suara yang lebih penting karena akhirnya mengembangakan kemampuan berbicara.
Menangis dimilai pada saat lahir atau segera sesudah dilahirkan kadang dalam pesalinan yang panjang dan sulit. Janin akan menangis sekalipun masih berada didalam uterus. Menangis sebelum dilahirkan jarang terjadi dan berbahaya, karena selalu ada kemungkinan janin akan tersumbat oleh cairan didalam rahim.
Menangis pada waktu lahir merupakan gerak refleksi murni yang terjadi ketika udara masuk kedalam tali suara yang menyebabkan tali suara bergerak dan tujuannya untuk memompa paru-paru sehingga pernapasan dan memeberikan oksigen yang cukup untuk darah.
Ostwald dan Pehzman melaporkan bahwa 4 suara permulaan bayi dipengaruhi oleh jenis obat bius yang diberikan kepada ibunya dan tepatnya tali pusar menjepit setelah dilahirkan. Dan ada beberapa macam tangisan bayi secara terbata dapat diketahui apa yang dikehendaki bayi.

Ostwald Menguraikan Nilai Social dan Tangisan Bayi

Tangisan bayi merupakan perilaku dari ketergantungan total pada satu makhluk yaitu ibu yang hamil pada kemungkinan berkomunikasi dengan sekelompok manusia didalam lingkungan kelangsungan hidup manusia sampai tingkat tertentu bergantung pada kewajaran keluarnya bayi dan tanggapan ibu yang tepat terhadap tangisan bayi.
Semakin keras tangisnya semakin meluas aktifitasnya dan merupakan petunjuk bahwa bayi membutuhkan perhatian jadi hal itu merupakan bentuk bahasa.
Suara eksplosit bayi neonatal kadang mengeluarkan suara eksplosit seperti napas yang berat. Suara merupakan ucapan tanpa arti atau tujuan dan terjadi secara kebetulan kalau otot-otot suara mengerut. Biasanya bunyi-bunyi itu disebut dekatan, degukan atau dengkuran. Bunyi-bunyi ini diperkuat dan berkembang menjadi ocehan yang selanjutnya berkembang menjadi bicara.

Kepekaan
Kriteria terbaik yang dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya kemampuan sensorik adalah reaksi adalah reaksi motorikterhadap rangsangan sensorik yang biasanya terjadi bila alat-alat sensorik dirangsang. Akan tetapi, seringkali sulit menentukan apakah reaksi motorik itu terjadi karena rangsangan atau bagian dari aktifitas menyeluruh yang umum. Tidak adanya reaksi juga tidak harus berarti tidak adanya kepekaan itu hanya berarti rangsangan yang dipergunakan terlampau lemah untuk dapat membangkitkan reaksi intensitas dari rangsangan sangat mempengaruhi reaktivitas bayi pada berbagai rangsang sensorik.

Kesadaran
Menurut James, kesadaran lebih menyerupai kebingungan yang berkembangan dan mendengung. Semua bayi mengalami semacam kekacauan pada hari-hari pertama dan kedua setelah dilahirkan. Ini berati bahwa mereka tidak sepenuhnya menyadari tentanfg apa yang terjadi disekitarnya. Lambat laun setelah kegoncangan kelahiran mereka dan alat-alat indera mulai berfungsilebih baik, mereka lebih sadar akan dunia sekitarnya.
Bayi premature memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri pada bayi yang cukup umur yang mengalami kesulitan dalam kelahiran. Akibatnya mereka memerlukan waktu lebih lama untuk menyadarinya apa yang terjadi disekitar mereka.

Kemampuan Belajar
Untuk belajar, individu harus menyadari apa yang diharapkan harus dilakukan. Lagipula otak dan saraf harus cukup berkembang untuk memungkinkan proses belajar. Kondisi demikian belum terdapat pada bayi neonatal terutama dalam sehari-hari pertama dari kehidupan pascanatal. Bayi neonatal seringkali tidak mampu melakukan bentuk belajar yang sangat sederhana biasanya atau belajar melalui asosiasi. Kecuali sitiasi makan, reaksi yang berupa kebiasaan sulit diperoleh.

Emosi Bayi Neonatal
Reaksi emisional hanya dapat diuraikan sebagai keadaan menyenangkan dan tidak menynangkan. Yang pertama ditandai oleh tubuh yang tenang dan yang kedua ditandai oleh tubuh yang tegang.
Ciri yang menonjol dari keadaan emosi adalah tidak adanya tingkatan reaksi yang menunjukkan tingkat intensitas yang berbeda.

Permulaan Kepribadian
Anak-anak dilahirkan dengan perbedaan sifat yang karateristik yang tercermin dalam tingkat aktivitas dan kepekaan.. Dari perbedaan ini akan berkembang pola kepribadian individual.
Thomas dkk mengatakan pentingnya hubungan timbal balik antara matangnya sifat-sifat turunan dari pengalaman dalam perkembang kepribadian, jadi kalau kedua efek selaras, dapat diharapkan perkembangan anak yang sehat, kalau tidak serasi hamper selalu dapat dipastikan timbulnya perilaku yang mengundang masalah.
Misalnya lingkungan prenatal yang terganggu karena ibu menderita sakit keras atau mengalami tekanan dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan perubahan pada pola perilaku bayi neonatal. Gangguan seperti ini sangat penting terutama kalau terjadi pada bagian akhir kehidupan intrautering dapat menyebabkan keadaan hiperaktif dan sifat cepat pada bayi.
Bukti yang menunjukkan bahwa trauma kelahiran atau goncangan psikologi yang terjadi pada saat bayidipisahkan dari ibunya, dapat menimbulkan akibat yang tetap ada pada kepribadian sepertiapa yang dikatakan oleh Rank, namun ada bukti yang menunjukkan bahwa bayi yang dipisahkan dari ibunya setelah kelahiran tidak dapat mengadakan peyesuaian diri pada kehidupan pascanatal sebaik bayi yang tetap tinggal bersama ibunya.
Periode bayi neonatal merupakan salah satu dari periode yang paling berbahaya dalam rentang kehidupan. Bahaya dalam periode ini mungkin fisik, psikologis, atau kedua-duanya dan dapat mempengaruhi penyesuaian diri saat ini dan masa depan. Secara psikologis masa terhentinya perkembangan berbahaya karena dapat menybabkan orangtua menjadi cemas dan takut tentang perkembangan anak, perasaan-perasaan yang dapat tetap ada dan mengakibatkan sikap yang sangat melindungi ditahun-tahun kemudian.

Bahaya Fisik
Beberapa bahaya fisik dapat bersifat sementara. Lingkungan prenatal yang tidak baik. Sebagai akibat kondisi lingkungan yang tidak baik, bayi akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dengan kehidupan pascanatal. Ibu yang terlampau banyak merokok, misalnya dapat mempengaruhi perkembangan janin. Faktor penting lain yang menyababkan bayi menjadi tegang dan gelisah adalah tekan berat yang dialami ibu dalam waktu yang lama.

Persalinan Yang Sulit dan Ruwet
Persalinan yang sulit atau ruwet seringkali mengakibatkan kerusakan otak sementara atau seterusnya. Kalau persalinan harus menggunakan alat-alat, misalinya bila janin terlambat besar sehingga harus dibantu untuk turun ke dalam saluran persalinan atau letak bayi sungsang tau melintang, selalu terdapat kemungkinan terjadinay kerusakan otak sebagai akibatnya penggunaan alat.
Pembedahan Caesar atau kelahiran yang dipercepat dapat menyebabkan anoxia, hilangnya oksigen untuk otak yang bersifat sementara . Kalau anoxia sangat hebat maka kerusakan otak akan jauh lebih besar daripada kalau anoxia hanya berlangsung beberapa detik. Semakin ruwet persalinan dan semakin banyak kerusakan pada jaringan otak, maka efeknya pada penyusuaian diri bayi dan kehidupan pascanatal akan semakin besar. Efek kerusakan otak sangat penting tampak dalam perilaku yang tidak terkoordinasi, hiperaktivitas kesulitan belajar dalam masalah emisional.
Kelahiran kembar bayi kembar biasanya lebih kecil dan lebih lemah daripada bayi tunggal. Karena keaadaan penuh sesak dalam periode prenatal menghambat gerakan janin. Bayi ini cenderung lahir sebelum waktunya dan menambah permasalahan dalam penyesuaian diri,
Posmatur kelahiran posmatur berbahaya hanya apabila janin menjadi begitu besar sehingga memerlukan penggunaan alat Bantu atau pembedahan, dimana blebih disebabkan karena kondisi yang berakitan dengan persalinan dan tidak semata-mata karena keadaan lewat umur.
Prematur keadaan belum cukup umur menyebabkan lebih banyak keamtian daripada kondisi lain. Bayi premature juga mudah mengalami kerusakan otak karena yengkorak kepala belum cukup berkembang untuk melindungi otak dari tekanan-tekanan yang dialami selam persalinan. Masalah umum lainnya adalah anoxia karena mekanisme pernapasan balum sepenuhnya berkembang, masalah yang harus dihadapi oleh semua bayi neonatal terdapat lebih banyak pada bayi premature.
Beberapa merupakan akibat langsung dari kenyataan bahwa otak dan susunan saraf belum mempunyai waktu untuk berkembang seutuhnya dan akibat lain disebabkan oleh gangguan neurologist karena luka-luka pada persalinan dan anoxia yang banyak terjadi pada bayi premature. Akibat lainnya lagi secara tidak langsung timbul karena sikap yang kurang menyenanakan dari orang yang berarti dalam kehidupan bayi.
Beberapa kematian disebabkan karena kondisi yang merusak lingkungan prenatal sehingga mengganggu perkembangan normal. Beberapa disebabkan kerusakkan otak, anoxia atau banyaknya pengobatan pada ibu selama persalinan. Beberapa lagi tetapi dapat menyebabkan pneumonia, misalnya atau pengati air susu ibu dapat menyebabkan mencret ataupun gangguan-gangguan pencernaan lain.

Bahaya Psikologi
Meskipun bahaya psikologi tidak terlalu banyak mempengaruhi penyesuaian diri bayi pada kehidupan pascanatal dibandingkan dengan bahaya fisik, bagaimanapun juga bahaya-bahaya psikologi cukup penting karena efek jangka panjang yang tidak lama masa bai neonatal dapat menimbulkan masalah dalam penyesuaian diri individual sepanjang hidup. Kepercayaan tradisional mengenai kelahiran salah satu kepercayaan trdisional mengenai kelahiran yang memperoleh perhatian ilmiah adalah efek pada waktu lahir terhadap perkembangan anak masa mendatang.
Bayi yang dilahirkan dalam jangja waktu setahun setelah dilahirkan saudaranya cenderung mengalami lingkungan prenatal yang kurang baik daripada kalau waktu antara dua kelahiran lebih panjang. Kematian bayi tidak diragukan lagi bahaya fisik yang paling berat adalah kematian bayi. Waktu yang paling kritis adalah hari kelahiran.
Ketidakberdayaan beberapa orangtua ketidakberdayaan bayi neonatal menarik perhatian sedangkan bagi kebanyakan orang tua hal ini menakutkan. Selama bayi berada dirumah sakit dan dibawah perawatan para dokter serta perawatan orangtua tidak melampau khawatir tentang ketidakberdayaan. Tetapi bila bayi sudah dibawa pulang dan orangtua bertanggungjawab atas perawatannya.
Kelambatan perkembangan beberapa bayi mengalami kelambatan perkembangan selama periode neonatal. Bayi cenderung menunjukkan kelambatan perkembangan adalah bayi premature atau bayi yang terluka pada waktu dilahirkan. Bahkan bayi yang sehat yang cukup umur dapat mengalami kelambatan perkembangan kalau menderita sakit kalau air susu ibu tidak cukup dan formula penggati susu ibu tidak mencukupi kebutuhan bayi. Terbentuknya perkembangan meskipun terhentinya perkembangan sebera setelah lahir itu normal namun orangtua tidak menyadari hal ini, terlebih yang baru pertama kali mengalaminya. Masa terhentiperkembangan berlangsungselama beberapa hari, kegelisahan orangtua mereka dan mereka yakin bahwa segala sesuatunya yang baik. Tetapiseringkali menimbulkan hambatan psikologi tiga diantaranya umum terjadi dan serius. Pertama hal ini membuat orangtua merasa yakin bahwa byinya lembut dan akibatnya harus diperhatikan dan lebih hati-hati dalam perwatannya. Mendorong sikap sangat melindungi seringkali menjadi kebiasaan kedua hal inimelemahkan kepercayaan orangtua tentang kemampuan mereka untuk memikul perwatan bayi setelah meninggalkan rumah sakit. Dan ketiga orangtua merasa bahwa mereka harus sangat hati-hati dalam merawat bayi untuk mencegah bertambah banyaknya penurunan berat badan atau kegagalan penambah berat badan. Akibatnya mereka mengurangi salah satu unsure bagi perkembangan yaitu rangsangan pada tubuh.Kurangnya rangsangan. Semakin banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa kalau bayi neonatal diharapkan berkembang sebagaimana mestinya diperlukan rangsangan diperbagai bagian tubuh dan alat-alt indera. Disamping itu semakin banyak bukti yanga menunjukkan bahwa bayii yang diajak berbicaradan diberi objek-objek yang bergerak untuk dilihat dapat mengatasi beberapa kelambatan perkembangan dalam penglihatan dan pendengaran.
Kemurungan orang tua baru. Pada ibu-ibu baru keadaan sedih sebagian disebabkan hal-hal fisik dan sebagian sebab-sebab psikologi. Perubahankelenjara yang menyertai kehamilan dan persalinan, kelelahan dalam melahirkan dan kondisi lemah yang terus berlangsung setelah persalinan yang normal, kesemuanya menimbulkan kesedihan bagi ibu. Bagi kebanyakan ayah kemurungan orangtua lebih merupakan gejala psikologis dariada fisiologis. Kemurungan orangtua baru dapat merusak penyesuaian diri bayi pada kehidupan pascanatal.Bayi yang baru merasakan ketegangan orangtua halini membuatnya gelisah dan membuatnya menangis.
Terdapat sejumlah alas an lain bagi perkembangan sikap yang kurang alas an bagi berkembang sikap yang kurang menyenangkan terhadap bayi. Kekecewaan mengenai jenis kelamin bayi dan penampilannya
Sikap ibu sangatlahpenting karena secara langsung mempengaruhi perawatan bayi. Moss mengatakan lamanya bayi terjaga dan menangis merupakan suatu kekuatan yanga mengubah cara perawatan ibu karena keadaan juga dan menangis cenderung memerlukan lebih banyak pengawasan dan hubungan dengan ibu. Sikap ayah, saudara-saudara kandung, nenek dan keluarga bukan karena adanya pengruh yang langsung melainkan karena sikap itu cenderung menetap sampai setelah periode bayi baru lahir ketika hubungna dengan anak meningkat. Nama Hartman dkk menekankan pentingnya nama yang diberikan pada bayi. Nama bayi seperti bentuk tubuhbya umunya merupakan masalah yang sudah ditetapkan ketika ia menghirup napas untuk pertama kalinya dan kepribadiannya dimasa depan harus tumbuh didalam bayangannya. Seorang anak laki-laki yang kuat dan gagah harus hidupdalam dunia yang berbeda dengan dunia temannya yang lemah dan laki-laki yang mempunyai nama yang unik atau wanita dalam pertumbuhan akan mempunyai pengalaman dan perasaan yang tidak dialami oleh John atau William. Kita mengaharapkan pengalaman masa kanak-kanak tercermin dalam kepribadian kelak. Karena nama bayi dapat menimbulkan gangguan psikologi benarlah apa yang dikatakan oleh Allen, dkk. Bahwa Pemilihan nama yang kurang cermat dapat menimbulkan rasa malu bahkan perasaan kurang berbahagia Mr. David dan Harari memperingatkan orangtia sebaiknya berpikir dua kali sebelum menamakan anaknya Greataunt Suphronia. .
Pertanyaan-pertanyaan

1.Apa yang menyebabkan bayi itu di sebut bayi kuning?
Bayi di sebut bayi kuning karena bayi tidak bisa menyesuaikan diri dari panasnya suhu lingkungan yang baru.Ketika dalam rahim suhunya 100˚F sedangkan ketika di lahirkan suhu di luar rahim sekitar 60˚-70˚F.Bayi ketika dalam kandungan tidak bernapas jadi sel darah merahnya sewaktu di kandungan banyak sekali,begitu lahir dan bernapas sel darah merahnya hancur.Penghancuran ini membentuk zat yang namanya bilirubin.Seharusnya bilirubin di buang oleh hati kedalam empedu lalu ke usus tetapi karena organ hati belum matang dan fungsinya belum bagus maka pembuangan bilirubin dari darah ke usus belum lancar.Akibatnya bilirubin dalam darah menumpuk.
Bilirubin ada 2 macam; yang larut dalam air dan tak larut dalam air.Pda bayi bilirubinyaterutama tidak larut dalam air.Sementara kadar kuningnya di bedakan antara normal dan tidak, jadi kadar kuningna ada yang rendah dan tinggi.yang tinggi itulah yang bisa menimbulkan masalah pada bayi.
2. Mengapa masa neonatal di sebut masa berbahaya?
Karena masa neonatal adalah masa bayi menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar rahim.Kebanyakan bayi yang baru lahir sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru terutama bayi laki-laki.Ketika bayi dalam rahim bernapas,makan dan minum melalui tali pusar dengan suhu 100˚F.Namun ketika bayi lahir harus bernapas makan dan minun sendiri dengan cara menghisap dan menelan,dengan suhu berkisar 60˚-70˚F.

3. Mengapa bayi laki-laki mempunyai kemungkinan kematian lebih besar di bandingkan dengan bayi perempuan?
Karena perlakuan orang tua terhadap bayi laki-laki yang masih dalam masa penyesuaian diri dari lingkungan dianggap lebih kuat dari perempuan,sehingga banyak orang tua yang kurang memperhatikan bayi laki-laki pada masa penyesuaian diri.Padahal masa neonatal itu adalah masa berbahaya.

4. Mengapa prilaku bayi neonatal lebih cenderung akan mengecewakan?
a. Karena bayi yang baru menyesuaikan diri itu banyak ulah atau rewel
b. Karena penyesuaian yang baik pada bayi banyak penyebabnya.seperti lingkungan pranatal yang di alami bayi itu sehat maka akan memberi penyesuaian yang baik atau sebaliknya.

5. Apa yang menyebabkan bayi sungsang?
- Bobot bayi relatif rendah,hal ini yang mengakibatkan bayoi bebas bergerak.Ketika menginjak usia 28-34 minggu kehamilan berat janin bayi makin membesar sehingga tidak bebas lagi bergerak.Pada usia tersebut umumnya janin sudah menetap pada satu posisi.kalau posisinya salah maka di sebut sungsang.
- Rahim yang sangat elastis.Hal ini biasanya terjadi karena ibu telah melahirkan beberapa akan sebelumnya sehingga rahim sangat elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga mingggu ke-37 dan seterusnya.
- Hamil kembar.Adanya lebihg dari satu janin dalam rahim menyebabkan terjadinya perebutan tempat.Setiap janin berusaha mencari tempat yang nyaman sehingga ada kemungkina bagi tubuh yang lebih besar yakni bokong berada di bagian bawah rahim.
- Hidramnion atau kembar air.Volume air ketuban yang melebihi normal menyebabkan janin lebih leluasa bergerak walau sudah memasuki trimester ketiga.
- Hidrosefalus.Besarnya ukuran kepala akibat kelebihan cairanmembuat bayi mencari tempat yang lebih luas yakni dibagian atas rahim.
- Plasenta previa.Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas ruangan dalam rahim.Akibatnya janin berusaha mencari tempat yang lebih luas yakni di bagian atas rahim.
- Panggul sempit .Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah posisinya menjadi sungsang.
- Kelainan bawaan.Jika bagian bawah rahim lebih besar daripada bagian atasnya maka janin cenderung mengubah posisinya menjadi sungsang.

6. Apakah ada bahayanya apabila melahirkan di air?
Tidak ada bahaya bagi ibu yang melahirkan di air.Menurut dr.T.Otamar ,SpOg;Saat melahirkan dalam air rasa nyeri akan berkurangketimbang saat melahirkan di atas ranjang karena sirkulasi darah utterus lebih baik sehingga sang ibu yang akan melahirkan merasa lebih releks.
Di rahim bayi tiak brnapas sepertibayi yang ada di darat.karrena prostaglandinnyamasih tinggi sehingga otot diafragma belum berfungsi .Untuk itu tidak jadi masalah bagi bayi yang baru lahir meluncur di dalam air asalkan begitu lahir langsung diambil.
Tetapi metode ini Waterbirth ini perlu dipertimbangkan bagi sang ibu yanng kondisinya tidak memungkinkan untuk memakai metode ini seperti ibu yang memilliki kondisi preeklamasia karena virus herpes tidak mati di dalam air hangat sehingga dapat menular pada bayi.
Keuntungan melahirkan di dalam air yaitusi bayi tidak akan mengalamishock saat dari tubuh ibu karena bayi akan merasa seperti masih berenang-berenag di air ketuban.selain itu gesekan bayi dengan jalan lahir bisa di minimalisir.Guncangan pada kepala bayi yang bisa menggangu sistem syaraf bisa di minimalkan.
Kelebihan ;
-Rasa nyeri saat melahirkan berkurang dibandingkan dengan melahirkan di atas tempat tidur dan proses persalinan akan lebih cepat ketimbang melahirkan di darat.Tidak sakit karena adanya relaksasi terhadap seluruh otot tubuh karena berendam dalam air hangat yang steril yang telah di atur dalam suhu 34 derajat celcius,saat tubuh sang ibu merasa lebih rileks sehingga tubuh ibu akan mengeluarkan hormon endorphin untuk mengurangi rasa nyeri.
-Perineum menjadi lebih elastis dan relaks,robekan/episiotomi dapat di hindarkan
-Ketika proses persalinan sang ibu dapat mengubah-ubah posisi sesuai keinginan
-Memberikan manfaat bagi bayi;karena otot lebih rileks,panggung lebih terbuka lebar sehingga bayi keluar lebih lancar.
-Air kolam yang hangat membuat bayai berasa masih dalam air ketuban.
Kekurangan
-Rasa nyaman pada sang ibu saat berendam di dalam air membuat sang ibu malas untuk mengejan.

7. Bayi di bedong itu baik atau tidak?
Bayi di bedong itu kurang baik karena seharusnya bayi itu tidak di bedong agar si bayi dapat menggerakan tubuhnya dengan bebas sehingga tidak menghalangi pertumbuhannya,seperti bebas memainkan jari tangannya.

By Lydia, Ratna, Kiki & Dinillah

Nasionalisme Dalam 3 Stanza

MAKALAH MATA KULIAH JATIDIRI UNSOED

WAWASAN KEBANGSAAN

NASIONALISME DALAM 3 STANZA









my university





Disusun Oleh:

Ade Akhyar Nurdin

HIF007016





PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2007


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka dengan rahmat dan karunia-Nya tersusunlah makalah ini, atas usaha penyusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Jatidiri Unsoed Drs. Slamet Santoso SP., MS .

Oleh karena itu, guna memenuhi tugas yang diberikan, penyusun mengemukakan judul makalah : ”Nasionalisme dalam 3 Stanza“.

Namun demikian, di dalam penulisan makalah ini secara jujur penyusun mengakui masih adanya kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan penyusun atau masih dangkalnya ilmu pengetahuan yang penyusun miliki. Maka kepada para pembaca sudilah kiranya memaklumi, disamping itu pula penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Atas selesainya makalah ini, penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusun sehingga penyusunan makalah ini dapat berlangsung dengan baik dan lancar.

Akhirnya penyusun berharap semoga dengan tersusunnya makalah yang masih sederhana ini dapat bermanfaat bagi segenap pembaca yang budiman dalam upaya peningkatan dan penambah wawasan kebangsaan dan nasionalisme kita pada lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Purwokerto, 12 Oktober 2007

Hormat saya,

Penulis






RINGKASAN ( ABSTRAK )

Nasionalisme merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Kondisi nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman.

Dengan Nasionalisme yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari Nasionalisme akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme.



Indonesia Raya adalah sebuah lagu yang diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman yang pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam sebuah acara yang dinamakan sumpah pemuda yang dijadikan sebuah lagu kebangsaan Negara Indonesia. Lagu Indonesia Raya yang merupakan lagu kebangsaan bangsa Indonesia saat ini dipertanyakan keasliannya. Apakah benar lagu tersebut merupakan karangan dari Wage Rudolf Supratman seperti yang selama ini kita kenal. Adalah seorang Roy Suryo, seorang yang katanya pakar telematika yang kerap mengungkap kasus selebritis tanah air, mengungkapkan pada media bahwa telah ditemukan arsip lagu Indonesia Raya versi 3 stanza. Menurut Roy, lagu tersebut ditemukan di sebuah server sebuah universitas di Belanda bersama dengan Tim Air Putih. Tim Air Putih adalah sebuah LSM yang bergerak di bidang Teknologi Informasi.

Menurut Roy, dirinya juga mendapatkan cukup bukti bahwa lagu 3 stanza ini adalah versi asli dari Indonesia Raya. Bahkan di sejumlah dokumen antara 1928-1945 membuktikan bahwa lagu 3 stanza ini pernah digunakan.




BAB I

PENDAHULUAN

A. Perumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini kiranya perlu dikemukakan adanya rumusan masalah agar nantinya dapat menjadi pedoman untuk mencapai sasaran.

Adapun rumusan masalah yang akan dikemukakan oleh penyusun adalah sebagai berikut:

“masih ‘sakti’kah lagu kebangsaan kita (Indonesia Raya) guna mempertahankan nasionalisme di Bumi Indonesia?”.

B. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Secara teoritis, guna memenuhi tugas Mata Kuliah Jatidiri Unsoed.
2. Untuk meningkatkan rasa nasionalisme yang semakin memudar dengan mengkaji lagu kebangsaan Indonesia Raya

C. Manfaat

Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:

1. Mahasiswa bisa mengingat kembali lagu kebangsaan Negara Indonesia
2. Mahasiswa mengetahui arti penting sebuah nasionalisme bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
3. Mahasiswa bisa mengenal lebih jauh lagu kebangsaan Indonesia Raya
4. Mahasiswa mengetahui nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam lagu Indonesia Raya
5. Mahasiswa mampu menemukan titik permasalahan yang timbul menyusul ditemukanya lagu Indesia Raya versi 3 stanza

D. Ruang Lingkup

Makalah ini membahas mengenai wawasan kebangsaan yang berhubungan dengan nasionalisme yang terkandung dalam Indonesia Raya, pentingnya memiliki wawasan kebangsaan, pengaruh lagu Indonesia Raya dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu, makalah ini juga membahas tentang upaya untuk mempertahanan nasionalisme di Indonesia.


BAB II

METODE PENULISAN

A. Objek Penulisan

Obyek penulisan mencakup perkembangan, peranan, dan keadaan yang sekarang sedang berlangsung mengenai nasionalisme dan lagu kebangsaan Indonesia Raya versi 3 stanza.

B. Dasar Pemilihan Objek

Indonesia Raya merupakan lagu yang teramat keramat bagi seluruh rakyat indonesia. Semua masyarakat Indonesia wajib megetahui, hafal, dan menghormati lagu kebangsaan ini.

Namun, dinamis searah perkembangan globalisasi dunia, Indonesia sudah mulai kehilangan jati sebagai bangsa Indonesia. Sedikit demi-sedikit rasa nasionalisme mulai terkikis oleh perubahan yang datang dari luar Lagu kebangsaaan Indonesia raya sendiri mulai dilupakan. Ditambah kontroversi yang muncul akibat ditemukanya lagu Indonesia Raya versi 3 stanza. Maka sejauh inilah pemilihan objek penulisan .

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu dengan tema wawasan kebangsaan. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai wawasan kebangsaan terutama yang mengkaji nasionalisme dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

D. Metode Analisis

Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah.


BAB III

ANALISIS PERMASALAHAN

A. PEMBAHASAN

a. Nasionalisme

Pengertian nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Kondisi nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman. Sebagai contoh, kita lihat beberapa negara dunia ketiga atau negara berkembang yang terkena sanksi embargo dari Dewan Keamanan PBB, nyatanya mereka sampai sekarang masih tetap bertahan dan mampu hidup, karena bangsa tersebut memiliki nasionalisme yang mantap.

Berbicara Nasionalisme, kita tidak boleh lepas dari sejarah bangsa, antara lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya dan Peristiwa 15 Desember 1945 di Ambarawa, dimana Nasionalisme diwujudkan dalam semboyan “Merdeka atau Mati”. Nasionalisme merupakan motivasi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negaranya.

Dengan Nasionalisme yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari Nasionalisme akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Ketiga hal tersebut satu sama lain berkaitan dan saling mempengaruhi.

b. Indonesia Raya

Indonesia Raya adalah sebuah lagu yang diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman yang pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam sebuah acara yang dinamakan sumpah pemuda yang dijadikan sebuah lagu kebangsaan Negara Indonesia.

Setelah dikumandangkan tahun 1928, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera melarang penyebutan lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya. Mungkin, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jonkheer de Graeff ketika itu mengatakan, “Untuk apa ada lagu kebangsaan bagi sebuah bangsa yang toh tidak ada?”

Belanda, yang gentar dengan konsep kebangsaan Indonesia, dan dengan bersenjatakan politik divide et impera, lebih suka menyebut bangsa Jawa, bangsa Sunda, atau bangsa Sumatera, melarang penggunaan kata “Merdeka, Merdeka!”

Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka ikuti lagu itu dengan mengucapkan “Mulia, Mulia!”, bukan “Merdeka, Merdeka!” pada refrein. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan.

Indonesia Raya, dari susunan liriknya, merupakan soneta-atau sajak 14 baris yang terdiri dari satu oktaf (atau dua kuatren) dan satu sekstet. Penggunaan bentuk ini dilihat sebagai “mendahului zaman” (avant garde), meskipun soneta sendiri sudah populer di Eropa semenjak era Renaisans. Rupanya penggunaan soneta tersebut mengilhami karena lima tahun setelah Indonesia Raya dikumandangkan, para seniman Angkatan Pujangga Baru mulai banyak menggunakan soneta sebagai bentuk ekspresi puitis.

Lirik Indonesia Raya merupakan seloka atau pantun berangkai, menyerupai cara empu Walmiki ketika menulis epik Ramayana. Dengan kekuatan liriknya itulah Indonesia Raya segera menjadi seloka sakti pemersatu bangsa, dan dengan semakin dilarang oleh Belanda, semakin kuatlah ia menjadi penyemangat dan perekat bangsa Indonesia.

c. Nasionalisme yang semakin memudar

Kurangnya nasionalisme dan hilangnya spirit kemerdekaan di kalangan generasi penerus bangsa saat ini ternyata membawa dampak atau pengaruh yang cukup besar terhadap keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini.

Berbagai pengaruh globalisasi dan informasi dan kurangnya pendidikan fisik terutama di bidang kesejarahan seakan menjadi ancaman serius bagi generasi muda dalam memaknai dan menggelorakan semangat kemerdekaan di dalam jiwa mereka. Sejarahwan Unand, DR Gusti Asnan mengatakan penyebab utama dari memudarnya semangat nasionalisme dan kebangsaan dari generasi penerus bangsa terutama disebabkan contoh yang salah dan kurang mendidik yang diperlihatkan generasi tua atau kaum tua yang cenderung mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya daripada mendahulukan kepentingan bangsa dan rakyat.

Mereka seakan larut dalam euforia untuk mensejahterakan diri sendiri tanpa melihat bagaimana fenomena yang terjadi di negara kita saat ini, pengaruh kemiskinan yang sekaligus berimbas kepada kebodohan bangsa belum menjadi perhatian serius dari generasi tua atau para elite-elite politik bangsa ini. Gusti juga mengungkapkan pengaruh perkembangan informasi dan era globalisasi yang mulai merebak di negara kita juga menjadi momok yang sangat menakutkan bagi generasi muda. Mereka sudah mulai meninggalkan kebudayaan asli Indonesia dan itu diperkuat lagi dengan semangat globalisasi yang begitu kental dan digelorakan oleh pihak luar. Generasi muda seakan telah meninggalkan ciri khas kebangsaan dan mulai terpengaruh dengan budaya-budaya asing yang mulai menunjukkan taji-nya dan sekaligus telah menguasai seluruh aspek kehidupan di negara kita.

d. Indonesia Raya versi 3 stanza ditengah runtuhnya nasionalisme

Akhir-akhir ini kita dihangatkan oleh berita penemuan rekaman asli lagu Indonesia Raya oleh Roy Suryo Notodiprojo, pakar telematika yang menjelajahi perpustakaan Leiden, Belanda, bersama Heru Nugroho dan Tim Air Putih.

Yang membuat kita heran sekaligus senang, ternyata rekaman dalam dalam bentuk film selluloid itu berbeda dengan lagu Indonesia Raya yang kita lantunkan di setiap perayaan kemerdekaan dan upacara lainnya. Durasinya lebih panjang, yaitu tiga stanza bukan hanya satu stanza yang selama ini kita nyanyikan.

Tampaknya hal ini menjadi kado istimewa bagi peringatan HUT RI ke-62 setelah sekian lama kita hanya menyanyikan dokumen versi saduran dari gubahan Wage Rudolf Supratman. Sehingga tekad untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya versi asli pada upacara HUT Proklamasi itu pun mendapatkan dukungan beberapa pihak.

Namun apalah arti kado istimewa itu jika kini masyarakat justru kehilangan rasa kebanggaan terhadap bangsa ini. Penemuan lagu kebangsaan versi asli itu tidak bisa memberikan garansi bangkitnya kembali nasionalisme yang telah runtuh di tengah-tengah carut-marutnya keadaan bangsa.

Tentunya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa nasionalisme bangsa Indonesia sedikit demi sedikit mulai runtuh. Sebab masih melekat dalam ingatan kita aksi-aksi separatisme beberapa waktu yang lalu. Mulai dari tarian perang (cakalele) oleh jajaran kelompok Republik Maluku Selatan (RMS), aksi pengibaran bendera Papua Merdeka oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), hingga pendirian Partai Gerakan Aceh Merdeka (PGAM).

Roy Suryo menjelaskan, versi asli Indonesia Raya ini berjudul 3 stanza atau 3 qouplet. “Lagu ini 3 kali lebih panjang dari yang kita kenal sekarang. Dan masih berbahasa Indonesia dalam ejaan yang belum disempurnakan,” jelasnya. Roy memaparkan, lagu Indonesia Raya versi pertama itu isinya tidak jauh berbeda dengan yang kita dengarkan saat ini. “Isinya persatuan Indonesia, hubungan manusia Indonesia dengan Tuhannya, dan untuk membersihkan jiwa raganya, serta janji masyarakat Indonesia untuk mempertahankan negara ini,” bebernya.

Menurut Roy, dirinya juga mendapatkan cukup bukti bahwa lagu 3 stanza ini adalah versi asli dari Indonesia Raya. Bahkan di sejumlah dokumen antara 1928-1945 membuktikan bahwa lagu 3 stanza ini pernah digunakan.
“Ternyata setelah 18 Agustus 1945, lagu yang termuat adalah lagu yang ini,” tukas Roy.

Lagu Indonesia Raya yang diklaim versi asli ini pertama kali dipublikasikan oleh surat kabar Sin Po. Adapun liriknya:


Indonesia Tanah Airkoe

Tanah Toempah Darahkoe

Disanalah Akoe Berdiri

Djadi Pandoe Iboekoe

Indonesia Kebangsaankoe

Bangsa dan Tanah Airkoe

Marilah Kita Berseroe

Indonesia Bersatoe


Hidoeplah Tanahkoe

Hidoeplah Negrikoe

Bangsakoe Ra’jatkoe Semw’wanja

Bangoenlah Jiwanja

Bangoenlah Badannja

Oentoek Indonesia Raja


Reff:

Indonesia Raya Merdeka Merdeka

Tanahkoe Negrikoe jang Koetjinta

Indonesia Raja Merdeka Merdeka

Hidoeplah Indonesia Raja

Indonesia Tanah jang Moelia

Tanah Kita jang Kaja

Di Sanalah Akoe Berdiri

Oentoek Slama-lamanja

Indonesia Tanah Poesaka

Poesaka Kita Semoeanja

Marilah Kita Mendo’a

Indonesia Bahagia


Soeboerlah Tanahnja

Soeboerlah Djiwanja

Bangsanja Ra’jatnja Sem’wanja

Sadarlah Hatinja

Sadarlah Boedinja

Oentoek Indonesia Raja


Reff:
Indonesia Tanah Jang Soetji

Tanah Kita Jang Sakti

Di Sanalah Akoe Berdiri

‘Njaga Iboe Sedjati

Indonesia Tanah Berseri

Tanah Jang Akoe Sajangi

Marilah Kita Berdjandji

Indonesia Abadi


Slamatlah Ra’jatnja

Slamatlah Poetranja

Poelaoenja, Laoetnja, Sem’wanja

Madjoelah Negrinja

Madjoelah Pandoenja

Oentoek Indonesia Raja

Tetapi yang aneh, Tim Air Putih malah menyangkal bahwa telah melakukan penelusuran lagu Indonesia Raya di server tersebut. Mereka mengatakan benar telah memiliki file lagu Indonesia Raya versi 3 Stanza yang diungkapkan oleh Roy, tetapi file tersebut bukan diambil dari situs universitas di Belanda. File tersebut diperoleh dari sebuah link di www.marhaenis.org yang menghubungkan link-nya ke YouTube dan dan Multiply. Dari situs inilah mereka mendapatkan file tersebut. Memang benar Roy Suryo pernah mengkopi hardisk salah seorang Tim Air Putih, tetapi tidak benar bahwa Roy telah melakukan penulusuran terhadap lagu Indonesia Raya, apalagi sampai ke server di Belanda.

B. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

§ Nasionalisme merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan

§ Kondisi nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman

§ Dari Nasionalisme akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme

§ Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Negara Indonesia yang diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman yang pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam acara Sumpah Pemuda

§ Lagu Indonesia Raya yang merupakan lagu kebangsaan bangsa Indonesia saat ini dipertanyakan keasliannya sejak ditemukanya arsip asli lagu Indonesia Raya versi 3 stanza di Belanda

b. Saran

§ Memiliki wawasan kebangsaan sehingga memiliki rasa tanggung jawab untuk menciptakan Ketahanan Nasional diseluruh rakyat Republik Indonesia.

§ Berwawasan kebangsaan agar dapat menciptakan dan menumbuhkan cinta tanah air

§ Memiliki rasa nasionalisme yang baik untuk mempertahankan bumi Indonesia

§ Mengembangkan dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya


DAFTAR PUSTAKA

Adjisoedarmo, Soedito dkk. 2007. Jatidiri Unsoed. Purwokerto. Depdiknas Unsoed

Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka

Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.

Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press

`

Sumber-sumber lain:

Pendidikan Kewarganegaraan 3 SMU

PPKn 2 SMU

http://www.wikipedia.org.id

http://www.tniad.mil.id

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG KRITIS PADA NEONATUS

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG KRITIS PADA NEONATUS
( DIAGNOSIS AND MANAGEMENT OF
CRITICAL CONGENITAL HEART DISEASE IN THE NEWBORN)
Teddy Ontoseno
Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair - RSU Dr. Soetomo Surabaya
Korespondensi :
Dr. dr.H.Teddy Ontoseno Dr. SpAK., SpJP
Telp. : 031 550 1693, 031 5942439, 0818322205
No. Faximile : 031 5938735
Alamat Kantor : Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK. Unair – RSU dr. Soetomo
Jl. Prof Dr. Moestopo 6-8 Surabaya
Alamat e-mail : teddy_ontoseno@yahoo.com
1
ABSTRAK :
Neonatus dengan penyakit jantung bawaan (PJB) yang kompleks pada beberapa jam atau beberapa hari setelah lahir sering tanpa disertai gejala klinis yang jelas, tetapi sebagian neonatus dengan kelainan yang sama sudah memberikan gejala kritis. Perubahan sirkulasi fetal ke neonatal berlangsung dalam satu bulan pertama kehidupan, hal ini memberikan pola pikir rasional bahwa selama dalam periode tersebut, terutama pada saat keluar rumah sakit, sangat perlu re-evaluasi cermat. Tujuannya untuk memantau perubahan sirkulasi fetal ke neonatal sehingga kemungkinan menderita PJB dapat terdeteksi secara dini. Pola pikir ini memerlukan pemahaman dasar tentang sirkulasi fetal dan segala perubahan yang terjadi secara fisiologis pada saat setelah lahir agar dapat melakukan evaluasi secara sistematis dan cermat. Deteksi dini terhadap PJB kritis pada neonatus mutlak diperlukan untuk memberikan terapi awal sehingga kematian dini dapat dihindari serta dapat merencanakan tatalaksana lanjutan yang rasional dan adekuat. Perhatian utama ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskuler pada masa neonatus, yaitu : sianosis sentral, penurunan perfusi perifer dan takipnea. Tatalaksana dini dan lanjutan yang optimal memerlukan kesepakatan dan kerjasama tim yang baik dari berbagai disiplin ilmu dan profesi, yaitu dokter umum, dokter anak, neonatologi, kardiologi, bedah kardiovaskuler dan anastesi serta perawat.
Kata kunci : PJB kritis, neonatus, gejala klinis
ABSTRACT
The newborn with very complex heart disease is rarely symptomatic, yet many newborn infants with same defects are critically ill within hours or days after birth. The transition from the fetal to a more mature circulation occurs over the first few weeks of life so serial evaluations are necessary during this time, so it is extremely important for every infant to be carefully assessed at the time of discharge and at subsequent visits during the first month of life. A comprehensive understanding of fetal cardiovascular physiology and the changes that occur at birth is essential for developing a systematic approach to the diagnosis and treatment of a newborn with congenital cardiovascular disease. At birth, there are rapid dramatic changes in cardiovascular function and blood flow patterns as the newborn adapts to a new circulation in which oxygen exchange occurs in the lungs, the placenta is removed from the circulation.
Early identification of the newborn with serious or life-threatening heart disease is essential for optimal outcome. The evaluation should focus on the three cardinal signs of neonatal cardiovascular distress: cyanosis, decrease systemic perfusion, and tachypnea. A thoughtful and rational approach to the differential diagnosis is important for prompt recognition and appropriate management. It is imperative that a concerted team approach involving general practitioner, pediatrician, neonatologist, cardiologist, nurse, surgeon, and anesthesiologist are utilized. Effective and ongoing communication is essential for optimizing care and for providing a uniform approach to the management of these complex medical patients.
Key words : Critical CHD, Neonate and clinical manifestation
2
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang sering ditemukan, yaitu 10% dari seluruh kelainan bawaan dan sebagai penyebab utama kematian pada masa neonatus. Perkembangan di bidang diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup sangat besar pada neonatus dengan PJB yang kritis. Bahkan dengan perkembangan ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia serta disfungsi miokard pada masa janin.1 Di bidang pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung pada masa janin, sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat diidentifikasi adanya multifaktor yang saling berinteraksi yaitu faktor genetik dan lingkungan. 2,3
Kita sadari walaupun cara diagnostik canggih dan akurat telah berkembang dengan pesat, namun hal ini tidak bisa dilakukan oleh setiap dokter terutama di daerah dengan sarana diagnostik yang belum memadai. Hal ini tidak menjadi alasan bahwa seorang dokter tidak mampu membuat diagnosis dini dan sekaligus terapi awal, yang dilanjutkan dengan rujukan untuk terapi definitif yaitu bedah korektif di pusat pelayanan jantung. Oleh karena itu, perlu dipahami perubahan-perubahan sirkulasi fetal ke neonatal dan berbagai penyimpangannya dalam periode minimal 1 bulan pertama. Keberhasilan deteksi dini merupakan awal keberhasilan tatalaksana lanjutan PJB kritis pada neonatus. 2,4
PERUBAHAN SISTEM SIRKULASI PADA SAAT LAHIR
Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan,
3
lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai dibawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).
Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawah difragma. Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation.5,6
FAKTOR YANG MEMBUAT KECURIGAAN TERHADAP PJB KRITIS PADA NEONATUS
1. Riwayat :
• Famili dengan penyakit herediter, saudaranya dengan PJB
• Kehamilan dan perinatal : infeksi virus, obat yang dikonsumsi si ibu terutama saat kehamilan trimester I.
• Postnatal : kesulitan minum, sianosis sentral.
2. Pemeriksan Fisik :
• Auskultasi : harus dilakukan pertama kali sebelum bayi menangis
Frekuensi meningkat dan irama denyut jantung tidak teratur, suara jantung
II mengeras atau tidak terdengar, terdengar bising jantung (kualitas,
intensitas, timing, lokasi), gallop. Tidak semua bising jantung pada
4
neonatus adalah PJB dan tidak semua neonatus dengan PJB terdengar
bising jantung.
• Sianosis sentral, penurunan perfusi perifer, hiperaktivitas prekordial, thrill, pulse dan tekanan darah ke 4 ekstremitas berbeda bermakna, takipnea, takikardia, edema.
Tidak semua gejala tersebut timbul pada masa neonatus dan tidak semua neonatus dengan gejala tersebut memerlukan tindakan spesifik yang harus segera dilaksanakan tapi memerlukan pemeriksaan tambahan, yaitu :
3. Pemeriksaan tambahan :
• Foto polos dada : adanya kelainan letak, ukuran dan bentuk jantung, vaskularisasi paru, edema paru, parenkim paru, letak gaster dan hepar.
• Elektrokardiografi : adanya kelainan frekuensi, irama, aksis gelombang P dan QRS, voltase di sandapan prekordial.
4. Pada monitoring, ditemukan kelainan berupa :
• Perbedaan saturasi O2 arteri dengan pulse oksimetri pada preduktal (tangan kanan) dan postduktal (kaki).
• pH arteri, dan analis gas darah terhadap hipoksemia dan asidosis metabolik (pada neonatus dengan gagal jantung ada peningkatan CO2).7-9
Berdasarkan riwayat prenatal, natal dan postnatal yang cermat serta pemeriksaan fisis yang sistematis dan teliti serta pemeriksaan tambahan dan monitoring, maka gejala sianosis sentral, penurunan perfusi perifer dan takipnea akibat PJB kritis pada neonatus bisa ditegakkan. Dengan demikian dapat segera diberikan terapi awal untuk mencegah kematian dini dan sekaligus dapat direncanakan tatalaksana lanjutan yang tepat, rasional dan adekuat. Bilamana fasilitas kesehatan yang memadai tidak tersedia dan neonatus sudah dalam kondisi yang relatif stabil maka dapat dipersiapkan pelaksanaan rujukan ke pusat pelayanan jantung yang terjangkau.
Peningkatan impuls parasternal dan subxyphoid sering dijumpai pada PJB sianosis, terabanya impuls ventrikel kiri menunjukkan adanya dilatasi ventrikel kiri akibat peningkatan beban volume. Bising jantung sering ditemukan pada neonatus normal dan sering tidak ditemukan pada neontus dengan PJB. Bising jantung yang bersifat sistolik ejeksi yang menjalar ke leher akibat lesi obstruksi jantung kiri atau bila terdengar penjalarannya ke punggung maka curiga adanya lesi obstruksi jantung kanan. Pembesaran dan lokasi hepar sangat membantu adanya peningkatan volume darah dan tekanan atrium kanan, aliran darah ke paru dan adanya situs inversus.
5
Gejala sianosis sentral pada penyakit jantung bawaan biru (Cardiac cyanosis) sering belum terdeteksi pada saat neonatus keluar rumah sakit. Terdapat beberapa keadaan yang juga memberikan gejala hampir sama yaitu : penyakit parenkhim paru, sirkulasi fetal persisten, kelainan sisitem saraf sentral dan kelainan hematologi. Penyakit parenkhim paru selalu disertai distres nafas yang segera memerlukan ventilator dan ditemukan kelainan pada pemeriksaan foto polos dada. Sirkulasi fetal yang persisten akibat faktor intrauterin sehingga dinding arteria pulmonalis tetap menebal dan tekanannya tetap tinggi yang sering ditandai distres nafas yang ringan atau sedang, riwayat asfiksia, sindroma aspirasi mekonium dan prematuritas serta riwayat ibu mengkonsumsi steroid pada bulan terakhir kehamilan.
Tetap terbukanya duktus pada beberapa jam atau hari setelah lahir akan mempertahankan pasokan darah ke sistem sirkulasi paru tetap normal (ductus dependent pulmonary circulation). Kondisi ini meniadakan gejala sianosis sentral (masking effect) sehingga tidak ada persangkaan adanya PJB biru pada neonatus yang sedang kita hadapi. Peningkatan kebutuhan oksigen oleh tangisan atau aktivitas minum serta peningkatan saturasi oksigen kearah nilai normal mengakibatkan rangsangan penutupan duktus. Pada saat ini baru timbul gejala sianosis sentral walaupun kadang masih bersifat transient, yaitu terutama pada saat menangis atau aktivitas minum. Penutupan duktus masih terjadi secara anatomis tetapi secara fungsionil masih terbuka. Pada kondisi seperti ini pemeriksaan saturasi oksigen secara serial dengan cara pulse oxymetri memang diperlukan. Hyperoxic-test, pemberian oksigen 100 % dengan kecepatan 1 liter/menit selama 10 menit, bila saturasi O2 >98% bukan PJB sianosis, bila saturasi O2 >90% kemungkinan suatu PJB sianosis, tapi bila saturasi O2 tetap dibawah 90% hampir dipastikan suatu PJB sianosis.
Kondisi hipoksemia ini merangsang kemoreseptor sehingga menimbulkan gejala takipnea ringan dengan ventilasi yang tetap normal. Dengan demikian tidak disertai gejala pernafasan cuping hidung, retraksi ruang iga maupun suara pernafasan grunting. Hipoksemia akan berjalan progresif dalam beberapa hari dengan terjadinya penutupan duktus yang sudah persisten yaitu secara anatomis maupun fungsional. Gejala sianosis sentral semakin nyata dan tampak menetap, yaitu walaupun pada saat tidur maupun beraktivitas.
Gejala penurunan perfusi perifer akibat terganggunya aliran darah ke perifer karena tidak terbentuknya struktur jantung kiri, obstruksi di tingkat aorta atau disfungsi miokard akibat sepsis, hipoglikemia, hipokalsemia, asidosis metabolik, anemia dan polisitemia. Dalam beberapa jam pertama setelah lahir, oleh pengaruh duktus yang masih terbuka akan meniadakan gejala (masking effect) penurunan perfusi perifer (ductus dependent systemic circulation). Penutupan duktus akan menimbulkan penurunan aliran darah ke sistem arteri perifer, hal ini mengakibatkan 6
penurunan perfusi perifer dengan gejala berupa tidak mau minum, pucat dan berkeringat disertai distres nafas.
Gejala takipnea pada neonatus dengan PJB non sianotik (terdapat pirau kiri ke kanan) baru terjadi beberapa hari atau minggu kehidupan, yaitu setelah terjadi penurunan tahanan pembuluh darah paru dan penurunan hemoglobin kearah normal. Oleh karena itu, takipnea yang timbul segera setelah lahir tanpa disertai gejala sianosis sentral dan penurunan perfusi perifer menunjukkan suatu kelainan paru, bukan PJB !. Neonatus normal bernafas lebih cepat daripada bayi, namun tidak lebih dari 60 kali per menit untuk periode waktu yang lama.
PENDEKATAN KLINIS UNTUK PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOSI YANG DISERTAI PENURUNAN ALIRAN DARAH KE PARU (CARDIAC CYANOSIS) PADA NEONATUS
Sianosis adalah manifestasi klinis tersering dari PJB simptomatik pada neonatus. Sianosis tanpa disertai gejala distres nafas yang jelas hampir selalu akibat PJB, sebab pada kelainan parenkhim paru yang sudah sangat berat saja yang baru bisa memberikan gejala sianosis dengan demikian selalu disertai gejala distres nafas yang berat.
Pada neonatus normal, pelepasan oksigen ke jaringan harus sesuai dengan kebutuhan metabolismenya. Jumlah oksigen yang dilepaskan ke jaringan bergantung kepada aliran darah sistemik, kadar hemoglobin dan saturasi oksigen arteri sistemik. Pada saat lahir, kebutuhan oksigen meningkat sampai 3 kali lipat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme agar menghasilkan enersi untuk bernafas dan termoregulasi. Untuk ini diperlukan peningkatan aliran darah sistemik 2 kali lipat dan saturasi oksigen 25% sehingga pelepasan dan pengikatan oksigen di jaringan juga meningkat sesuai kebutuhan. sianosis perifer (acrocyanosis) sering dijumpai pada neonatus , hal ini akibat tonus vasomotor perifer yang belum stabil. Tampak warna kebiruan pada ujung jari tangan dan kaki serta daerah sekitar mulut, disertai suhu yang dibawah normal dan hiperoksia tes menunjukkan hasil yang negatip.
Pada neonatus dengan PJB sianosis, tidak mampu meningkatkan saturasi oksigen arteri sistemik, justru sangat menurun drastis saat lahir, sehingga pelepasan dan pengikatan oksigen di jaringan menurun. Kondisi ini bila tidak segera diatasi mengakibatkan metabolisme anaerobik dengan akibat selanjutnya berupa asidosis metabolik, hipoglikemi, hipotermia dan kematian.
Sianosis sentral akibat penyakit jantung bawaan (Cardiac cyanosis) yang disertai penurunan aliran darah ke paru oleh karena ada hambatan pada jantung kanan, yaitu katup trikuspid atau arteri pulmonalis. Kondisi ini mengakibatkan kegagalan proses oksigenasi darah di
7
paru sehingga darah dengan kadar oksigen yang rendah (unoxygenated) akan beredar ke sirkulasi arteri sistemik melalui foramen ovale atau VSD (pada tetralogy Fallot). Seluruh jaringan tubuh akan mengalami hipoksia dan menimbulkan gejala klinis berupa sianosis sentral tanpa gejala gangguan pernafasan. Kesulitan akan timbul, bila sianosis disertai tanda-tanda distres pernafasan. Terdapatnya anemia berat mengakibatkan jumlah Hb yang tereduksi tidak cukup menimbulkan gejala sianosis. Adanya pigmen yang gelap sering mengganggu sianosis sentral yang berderajat ringan akibat PJB. Sianosis perifer bila disertai bising inoccent dapat menyesatkan dugaan adanya PJB sianotik.
Beberapa kondisi klinis yang memberikan dugaan cardiac cynosis pada neonatus dan sudah merupakan alasan yang cukup untuk merujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap, didasari beberapa alasan tambahan sebagai berikut :
1. Hipoksemia sistemik menimbulkan gejala sianosis sentral
2. Sianosis sentral akibat PJB tidak timbul segera setelah lahir
3. Sianosis sentral tidak tampak selama saturasi oksigen arteri masih diatas 85%
4. Sianosis sentral dengan frekuensi pernafasan yang cepat (hiperventilasi) tanpa disertai pernafasan cuping hidung dan retraksi ruang iga serta kadar CO2 yang rendah.
5. Sianosis sentral dengan tes hiperoksia positip.
6. Harus dicari apakah aliran darah sistemik berasal dari ventrikel kanan atau kiri, adanya duktus yang masih terbuka mengakibatkan aliran darah aorta asenden dan disenden berasal dari ventrikel yang tidak sama. Pada kondisi ini diperlukan pemasangan pulse oxymetri pada tangan kanan dan kaki.11,,55,,66
PENDEKATAN KLINIS UNTUK PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG DISERTAI PENINGKATAN ALIRAN DARAH KE PARU (NON SIANOSIS) PADA NEONATUS
Pada neonatus neonatus normal, saat lahir masih disertai tahanan arteri pulmonalis yang tinggi. Setelah 4-12 minggu terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai menuju nilai normal. Pada neonatus dengan PJB non sianotik, selama tahanan arteri pulmonalis masih tinggi, defek jantung yang ada belum menimbulkan perubahan aliran darah dari sistemik ke paru. Setelah 4-12 minggu postnatal, pada saat terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai menuju nilai normal, defek jantun yang dan akan menimbulkan perubahan aliran darah yaitu yang seharusnya ke sistemik berubah menuju ke paru. Pada saat inilah baru terjadi pirau kiri ke kanan disertai gejala klinis berupa mulai terdengarnya bising sampai gagal jantung dengan gejala utama takipnea. 8
Harus dibedakan takipnea akibat PJB dan akibat kelainan parenkhim paru, Takipnea akibat PJB non sianosis pada neonatus baru timbul bila peningkatan aliran darah ke paru sampai lebih dari 2,5 kali aliran normal. Takipnea akibat penyakit paru pada neonatus sudah timbul walaupun peningkatan aliran darah ke paru masih ringan-ringan saja. Adanya penyakit pada paru akan memperjelas gejala takipnea pada PJB usia neonatus.
Peningkatan aliran darah ke paru mengakibatkan peningkatan tekanan prekapiler di paru dan aliran limfatik sehingga terjadi peningkatan cairan intersisial di parenkhim paru dan terutama di peribronkhial. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi bronkhioli dan terjadi penurunan aliran udara serta peningkatan tekanan udara, kondisi ini meningkatkan work of breathing dan terdengarnya wheezing expiratoir. 1,8,9
PENDEKATAN KLINIS UNTUK PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG DISERTAI PENURUNAN ALIRAN DARAH KE SISTEMIK PADA NEONATUS
Penurunan aliran darah ke sistemik akibat PJB pada neonatus berupa a) hambatan aliran darah dari paru atau atrium kiri ke ventrikel kiri, b) ventrikel kiri tidak adekuat memompa darah ke aorta. Kedua kondisi ini mengakibatkan peningkatan tekanan vena paru dan edema paru serta penurunan perfusi organ-organ vital. Gejala klinis tampak segera setelah lahir dan berat, berupa penurunan suhu kulit dan perubahan warna kulit yang pucat, penurunan tekanan darah sampai tidak terukur, sulit atau tidak terabanya denyut nadi perifer, hiperaktif RV, dan penurunan capillary refile, metabolik asidosis berat serta distres nafas sedang sampai berat.
Denyut nadi dan tekanan darah harus diukur pada ektremitas atas dan bawah, normal tekanan darah ekstremitas bawa lebih tinggi. Bila ada perbedaan denyut nadi tanpa disertai perbedaan tekanan darah, harus diraba pulsasi arteri karotis. Perbedaan pulsasi arteri karotis dengan pulsasi ekstremitas bawah dan ekstremitas bawah menunjukkan kemungkinan koartasio aorta, interrupted aorta atau arteri subklavia berasal dari aorta d Ada 2 keadaan pada neonatus yang baru lahir dengan penrunan perfusi perifer disertai gejala distres nafas derajat sedang sampai berat yang disertai retraksi ruang iga, subkosta, nafas cuping hidung dan grunting, yaitu persistent pulmonary hypertension dan total anomalous pulmonary venous return. Kedua kondisi ini sulit dibedakan !, pada persistent pulmonary hypertension sering disertai riwayat prenatal berupa ketuban pecah dini, sindroma aspirasi mekonium atau asfiksia berat.1,8,9
9
Tabel 1 : Kelainan jantung yang memberikan gejala DALAM 2 minggu pertama kehidupan postnatal
(Dikutip dari Sastroasmoro S dalam Penatalaksanaan awal penyakit jantung bawaan sianotik. Penidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XX FKUI 1989)
Hari ke
Obstruksi Jantung kanan
Malposisi Arteri Besar
Obstruksi Jantung Kiri
Pirau kiri
ke kanan
1
PFC
-
-
-
2
PA tanpa VSD
-
-
-
3
PS berat
TGA tanpa VSD
-
-
4
-
TGA + VSD
HLHS
-
5
-
Ventrikel tunggal ± PS
IAA
-
6
-
-
-
-
7
-
-
-
-
8
TF berat
-
AVS berat
-
9
Anomali Ebstein
-
CoA berat
-
10
-
-
-
PDA besar
11
-
-
-
VSD besar
12
-
-
-
-
13
-
-
-
AVC
14
-
-
TAPVD dengan obstruksi
TrA
Umur rara-rata saat Dx (hari)
3 ± 1
4 ± 1
8 ± 1
12 ± 1
10
Tabel 2 : Kelainan Jantung yang memberikan gejala SETELAH 2 minggu pertama kehidupan postnatal
Umur
Obstruksi Jantung Kanan
Malposisi Arteri Besar
Obstruksi Jantung Kiri
Pirau Kiri ke Kanan
Bulan I
PGA ± VSD
PS berat
PA + TA
TGS ± VSD
HLHS
IAA
AVS berat
CoA berat
TAPVD + obstruksi
Bulan I – V
TA + VS
TF dengan serangan sianotik
SV tanpa PS DORV tanpa PS
PDA Besar
VSD Besar
CAVC
TrA
TA tanpa PS
TAPVD tanpa obstruksi
Bulan VI – XII
TF tanpa serangan sianotik
TA + PS sedang
DORV + PS
Ebstein
ASD Besar
Tahun II - VI
TF ringan
CoA
ASD
AVS
VSD sedang
PDA kecil
Keterangan :
PFC = sirkulasi janin yang menetap; PA= atresia pulmonal; PS= stenosis pulmonal; TGA= transposisi arteri besar; HLHS=sindrom hipoplasia jantung kiri; IAA=arkus aorta terputus; TF=tetralogi Fallot; AVS=stenosis katub aorta; CoA=koartasio aorta; PDA=duktus arterisosus persisten; VSD=defek septum ventrikel; AVC=kanalis atrioventrikular; TAPVD=anomali total drainase vena pulmonalis; TrA=trunkus arteriosus; DORV=double outlet right ventricle; SV=ventrikel tunggal. (Dikutip dari Sastroasmoro S dalam Penatalaksanaan awal penyakit jantung bawaan sianotik. Penidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XX FKUI 1989) 11
PEMERIKSAAN TAMBAHAN LAINNYA YANG DIPERLUKAN UNTUK PJB KRITIS PADA NEONATUS
Selain pemeriksaan elektrokardiogram untuk melihat kemungkinan adanya disritmia, aksis dan potensial listrik dari ventrikel, juga pemeriksaan foto polos dada untuk melihat besar dan bentuk jantung serta parenkhim paru serta letak organ diluar jantung (inversus atau solitus). Pemeriksaan ekokardiografi sangat penting untuk menetapkan/konfirmasi diagnosis defek anatomis pada setiap neonatus dengan dugaan PJB. Fetal ekokardiografi dapat mendeteksi fetal heart failure bila ditemukan edema scalp, asites, efusi perikard atau gerakan fetus yang melemah.
Pemeriksaan kateterisasi dan angiokardiografi yang dilanjutkan dengan intervensi non bedah (balloon atrial septostomy, balloon valvuloplasty, intraductal stent dan balloon angioplasty) sering merupakan tindakan yang harus segera dilakukan untuk menyelamatkan kematian dini serta untuk optimalisasi kondisi klinis dalam rangka persiapan operasi jantung terbuka sebagai pengobatan definitif untuk neonatus dengan PJB kritis.
Pemeriksaan mean corpuscular volume (MCV) dan serum ferritin sangat menggambarkan status besi pada setiap neonatus dengan PJB sianosis. Pada kondisi ini bila ada defisiensi besi merupakan risiko untuk terjadinya trombosis dan perdarahan otak.1,12,13
PENATALAKSANAAN AWAL NEONATUS DENGAN PJB KRITIS
Penatalaksanaan neonatus dengan dugaan PJB kritis tidak jauh berbeda dengan kondisi kritis pada neonatus akibat penyakit diluar jantung. Faktanya, ada kecenderungan para dokter untuk melepaskan tanggung jawab dan menyerahkan ke dokter konsultan jantung. Hal ini tidak boleh terjadi dan alur penatalaksanaannya menjadi tidak efektif sehingga akhirnya merugikan pasien.
Penatalaksanaan awal pada setiap neonatus dengan PJB kritis sangat berperan dalam mencegah memburuknya kondisi klinis bahkan kematian dini. Diawali dengan penatalaksanaan kegawatan secara umum kemudian dilanjutkan penatalaksanaan kegawatan jantung secara khusus sesuai dengan masalah kritis yang sedang dihadapi (sianosis sentral, peningkatan aliran darah ke paru atau penurunan aliran darah ke sistemik) sebagai berikut :
1. Penempatan pada lingkungan yang nyaman dan fisiologis (suhu 36,5-37o C dan kelembaban sekitar 50%).
12
2. Pemberian oksigen
Oksigen sering diberikan pada neonatus yang dicurigai menderita PJB tanpa mempertimbangkan tujuan dan dampak negatifnya. Pemberian oksigen pada neonatus mengakibatkan vasokonstriksi arteria sistemik dan vasodilatasi arteria pulmonalis, hal ini memperburuk PJB dengan pirau kiri ke kanan. Pemberian oksigen pada neonatus ductus dependent sistemic circulation atau ductus dependent pulmonary circulation malah mempercepat penutupan duktus dan memperburuk keadaan. Pada kedua kondisi tersebut lebih baik mempertahankan saturasi oksigen tidal lebih dari 85% dengan udara kamar (0,21% O2).
Saturasi oksigen neonatus dengan PJB sianotik selalu rendah dan tidak akan
meningkat secara nyata dengan pemberian oksigen. Namun demikian, pada
neonatus yang mengalami distres, akan mengganggu ventilasinya dan gangguan
ini dapat akan berkurang dengan pemberian oksigen yang dilembabkan dengan
kecepatan 2-4 liter per menit dengan masker atau kateter nasofaringeal. Pada
neonatus dengan distres nafas yang berat maka bantuan ventilasi mekanik sangat
diperlukan.
3. Pemberian cairan dan nutrisi
Harus dipertahankan dalam status normovolemik sesuai umur dan berat badan.
Pada neonatus yang dengan distres ringan dengan pertimbangan masih dapat
diberikan masukan oral susu formula dengan porsi kecil tapi sering. Perlu
perhatian khusus pada PJB kritis terhadap gangguan reflex menghisap dan
pengosongan lambung serta risiko aspirasi. Pemberian melalui sonde akan
menambah distres nafas dan merangsang reflex vagal. Pada kondisi shock, pemberian cairan 10 – 15 ml/kgBB dalam 1-2 jam, kemudian dilihat respons terhadap peningkatan tekanan darah, peingkatan produksi urine dan tanda vital yang lain. Disfungsi miokard akibat asfiksia berat memerlukan pemberian dopamin dan dobutamin.
4. Pemberian prostaglandin E1
Merupakan tindakan awal yang harus diberikan, sebagai life-saving dan sementara menunggu kepastian diagnosis, evaluasi dan menyusun terapi rasional selanjutnya, prostaglandin E1 diberikan pada :
a. Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang dicurigai dengan PJB sianosis (ductus dependent pulmonary circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke paru (Atresia pulmonal, pulmonal stenosis yang berat, atresia trikuspid) atau meningkatkan tekanan
13
atrium kiri agar terjadi pirau kiri ke kanan sehingga oksigenasi sistemik menjadi lebih baik (transposisi pembuluh darah besar).
b. Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang disertai syok, pulsasi perifer lemah atau tak teraba, kardiomegli dan hepatomegali (ductus dependent systemic circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke arteri sistemik (aorta stenosis yang kritis, koartasio aorta, transposisi pembuluh darah besar, interrupted arkus aorta atau hipoplastik jantung kiri).
Dosis awal 0,05 mikrogram/kgBB/menit secara intravena atau melalui kateter umbilikalis, dosis bisa dinaikkan sampai 0,1 sampai 0,15 mikrogram/kgBB/menit selama belum timbul efek samping dan sampai tercapai efek yang optimal. Bila terjadi efek samping berupa hipotensi atau apnea maka pemberian prostaglandin segera diturunkan dosisnya dan diberikan bolus cairan 5-10 ml/kgBB intravena. Bila terjadi apnea maka selain menurunkan dosis prostaglandin E1, segera dipasang intubasi dan ventilasi mekanik dengan O2 rendah, dipertahankan minimal saturasi oksigen mencapai 65 %.
Bila keadaan sudah stabil kembali maka dapat dimulai lagi dosis awal, bila tidak terjadi efek samping pada pemberian dosis 0,05 mikrogram/kgBB/menit tersebut, maka dosis dapat diturunkan sampai 0,01 mikrogram/kgBB/menit atau lebih rendah sehingga tercapai dosis minimal yang efektif dan aman. Selama pemberian prostaglandin E1 perlu disiapkan ventilator dan pada sistem infusion pump tidak boleh dilakukan flushed. Harus dipantau ketat terhadap efek samping lainnya yaitu : disritmia, diare, apnea, hipoglikemia, NEC, hiperbilirubinemia, trombositopenia dan koagulasi intravaskular diseminata, perlu juga diingat kontraindikasi bila ada sindroma distres nafas dan sirkulasi fetal yang persisten. Bila ternyata hasil konfirmasi diagnosis tidak menunjukkan PJB maka pemberian prostaglandin E1 segera dihentikan.
Telah dicoba pemakaian prostaglandin E2 per oral, mempunyai efek yang hampir sama dengan prostaglandin E1, lebih praktis dan harganya lebih murah. Pada awalnya diberikan setiap jam, namun bila efek terapinya sudah tercapai, maka obat ini dapat diberikan tiap 3-4 jam sampai 6 jam. Dapat mempertahankan terbukanya duktus dalam beberapa bulan, namun duktus akan menutup bila pemberiannya dihentikan.
Untuk neonatus usia 2-4 minggu, walaupun angka kesuksesan rendah , masih dianjurkan pemberian prostaglandin E1 . Bila dalam 1-2 jam setelah pemberian dosis maksimum (0,10 mikrogram/kgBB/menit) ternyata tidak terjadi reopen duktus, maka pemberiannya harus segera distop dan direncanakan untuk urgent surrgical intervention.
5. Koreksi terhadap gagal jantung dan disritmia
14
Bila gagal jantung telah dapat ditegakkan, maka obat pertama yang harus diberikan adalah diuretik dan pembatasan cairan, biasanya furosemid dengan dosis awal 1 mg/kgBB yang dapat diberikan intravena atau per oral, 1 sampai 3 kali sehari.
Cedilanid dapat ditambahkan untuk memperkuat kontraksi jantung (inotropik dan vasopresor) dengan dosis digitalisasi total untuk neonatus preterm 10 mikrogram/kgBB per oral, untuk neonatus aterm 10 – 20 mikrogramkgBB per oral. Diberikan loading dose sebesar 1/2 dari dosis digitalisasi total, disusul 1/4 dosis digitalisasi total 6 -12 jam kemudian dan 1/4 dosis sisanya diberikan 12-24 jam kemudian. Disusul dosis rumatan 5-10 mikrogram/kgBB per oral. Pemberian intravena dilakukan bila per oral tidak memungkinkan, dosis 80% dari dosis per oral. Dosis per oral maupun intravena diturunkan sampai 60% nya bila ada penurunan funsi ginjal.
Dopamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (dilatasi renal vascular bed) dikombinasi dengan Dobutamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (meningkatkan kontraktilitas miokard) merupakan kombinasi yang sangat baik untuk meningkatkan penampilan jantung dengan dosis yang minimal.
Captopril sebagai vasodilator (menurunkan tahanan vaskuler sistemik dan meningkatkan kapasitas sistem vena) ) sangat berperan pada neonatus dengan gagal jantung kongestif. Dosis 1 mg/kgBB per oral dosis tunggal disusul dosis yang sama untuk rumatan. Sangat efektif pada kondisi neonatus dengan: a) penurunan fungsi ventrikel, b) pirau kiri ke kanan yang masif, c) regurgitasi katup, c) hipertensi sistemik, d) hipertensi pulmonal.
Dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, menurunkan sinoatrial node rate, dilatasi renal vascular bed, dan menurunkan tahanan sistemik, maka penampilan jantung dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan mengurangi hipoksia jaringan.
Disritmia jantung sering menyertai hipoksemia berat, bila hipoksemia berat telah dikurangi dan kelainan metabolik lainnya dikoreksi, maka disritmianya biasanya akan menghilang dengan sendirinya. Tidak dianjurkan memberikan obat anti disritmia tanpa memperbaiki hipoksemia dan kelainan metabolik lainnya yang menyertai, selain tidak bermanfaat juga malah menimbulkan disritmia jenis lain yang lebih membahayakan.
6. Koreksi terhadap kelainan metabolik
15
Hipoksia jaringan akan menyebabkan asidosis metabolik yang seringkali sukar dikoreksi. Untuk kondisi ini harus diberikan Na-bikarbonat, dosis 1-2 ml/kgBB intravena perlahan-lahan atau disesuaikan dengan hasil analisis gas darah.
Hipoglokemia dan gangguan keseimbangan elektrolit yaitu kalium, natrium, magnesium dan kalsium sering menyertaikondisi hipoksemia, koreksi secepatnya bila pada pemantauan klinis ditemukan hal-hal tersebut.1,13,14
PENATALAKSANAAN SPESIFIK NEONATUS DENGAN PJB KRITIS
Setelah tindakan umum awal tersebut diatas dikerjakan, seorang dokter harus dapat mengukur kemampuan menangani neonatus dengan PJB yang kritis sesuai dengan fasilitas setempat dengan melakukan evaluasi terhadap segala yang telah dikerjakan. Bila hasil evaluasi tidak ada perbaikan atau bahkan memburuk dan tindakan lebih lanjut tidak dapat dilakukan, maka harus dipikirkan untuk merujuk penderita sesegera mungkin ke rumah sakit yang lebih lengkap. Bila kondisi memungkinkan langsung dirujuk ke pusat pelayanan jantung yang terjangkau. Disini setelah diagnosis spesifik ditegakkan maka harus bisa dijawab (1) apakah kelainan yang ada dapat ditolong dengan operasi ?, dan (2) apakah tindakan bedah harus dilakukan segera atau dapat ditunda?.
Tindakan di pusat pelayanan jantung yang perlu dilakukan untuk mengurangi derajat hipoksemia sesuai dengan kelainan anatomik jantung, berupa (a) meneruskan dan melengkapi terapi medik yang telah diberikan, (b) intervensi non bedah yaitu : septostomi atrium dengan balon, valvuloplasti katup dengan balon atau pemasangan stent untuk mempertahankan duktus tetap terbuka, dan (c) tindakan bedah, bila memungkinkan langsung dilakukan koreksi total sebagai tindakan definitip atau dapat ditunda.
a. Terapi medik
Bila yang dihadapi adalah PJB kritis akibat decompensated PDA, ditandai hiperaktif prekordium, bising kontinyu pada ICS 2 kiri, wide pulse pressure, bounding pulses, kardiomegali dan peningkatan vaskularisasi pada foto polos dada, maka pembatasan cairan dan pemberian diuretika diteruskan. Bila tidak ada respons maka segera diberikan Indomethasin 0,2 – 0,3 mg/kg/BB/dosis intravena diulang setiap 8-12 jam sampai maksimal 3 kali/hari. Bila belum juga ada respon, program bisa dulang sampai 2 -3 hari, kalau tetap tidak ada respons maka segera dilakukan operasi ligasi duktus.
Bila yang dihadapi adalah PJB kritis yang bergantung kepada terbukanya duktus (ductus dependent systemic circulation atau ductus dependent pulmonary circulation), maka meneruskan pemberian prostaglandin E1 dengan dosis minimal yang optimal.
16
b. Intervensi non bedah
Septostomi septum inter atrial dengan balon dapat memperbaiki hipoksemia secara dramatis terutama pada transposisi pembuluh darah besar dengan percampuran darah sistemik dan pulmonal yang tidak adekuat. Dilatasi katup pada critical pulmonal/aortic stenosis dengan balloon valvuloplasty memberikan hasil yang cukup dramatis.
Pemasangan stent didalam duktus telah dicoba di beberapa pusat pelayanan jantung di luar negeri, tapi masih dipertimbangkan keuntungan dan kekurangannya serta masih perlu studi jangka panjang.
c. Tindakan bedah
Di negara yang sudah maju, telah dilakukan operasi koreksi jantung pada masa neonatus, sehingga tindakan bedah ini merupakan tindakan rutin dari penatalaksanaan awal PJB sianotik. Di Indonesia hal ii belum dapat dilaksanakan, seingga tindakan bedah biasanya merupakan langkah lanjutan dari penatalaksanaan PJB sianotik.
Tindakan bedah tersebut berupa (a) bedah paliatif untuk meningkatkan aliran darah ke paru dengan pintasan Blalock-Taussig atau modifikasinya, atau tindakan mengikat arteri pulmonalis untuk mengurang aliran darah ke paru, dan (b) bedah definitif untuk menjamin fisiologi yang normal dengan melakukan koreksi anatomik.16-19
KONSULTASI, RUJUKAN dan TRANSPOTASI
Dengan mencermati langkah-langkah yang telah diuraikan diatas, seorang dokter dapat mengukur kemampuan menangani neonatus dengan PJB yang kritis sesuai dengan fasilitas setempat. Bila tindakan lebih lanjut tidak dapat dilakukan, maka harus dipikirkan untuk merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap atau bila kondisi memungkinkan langsung dirujuk ke pusat pelayanan jantung yang terjangkau.
Di negara maju, rujukan dini sudah merupakan kesepakatan di antara para dokter umum, dokter anak, dokter ahli jantung, dokter ahli perawatan intensif dan ahli bedah jantung. Di Indonesia, berbagai kendala meliputi lokasi, komunikasi, transportasi, biaya dan pengertian atau persetujuan pihak keluarga penderita.
Bilamana segala aspek telah dipertimbangkan dan diputuskan untuk melakukan rujukan segera, maka tindakan yang harus dilakukan adalah mengamankan neonatus selama transportasi, berupa : (a) bahaya hipotermia, neonatus harus dibawa dalam inkubator, dengan tambahan selimut katun serta kertas aluminium untuk mencegah kehilangan panas, (b) asidosis, harus dikoreksi sebelum neonatus dibawa, mungkin koreksi perlu diulang dalam perjalanan yang jauh, tentunya hanya berdasarkan penilaian klinis saja, (c) kelainan metabolik berupa hipoglikemia, 17
hipokalsemia, hipokalemia dan hipovolemia atau anemia harus dicegah dan sedapat mungkin diatasi sebelum neonatus dibawa, (d) hipoksia berat, harus dikurangi dengan ventilasi yang harus dilakukan sebelum bayi dibawa. Pemberian prostaglandin E1 sudah harus dimulai walaupun diagnosa definitif belum bisa ditegakkan. Bila mungkin didampingi dokter atau dokter anak dan perawat, tidak boleh dilupakan informed concent dan lembar observasi mencatat waktu, kejadian klinis, semua obat dan tindakan yang telah dikerjakan.13,20
TUGAS PERAWAT PADA NEONATUS DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN KRITIS
Diagnosis PJB kritis pada neonatus selalu menimbulkan beban moril maupun materiil dan rasa bersalah, putus asa, bingung, marah pada orang tua, kakek nenek, saudara-saudaranya dan seluruh keluarga penderita. Pada kondisi seperti ini, peran perawat sangat penting untuk membantu tim dokter dalam memberikan suasana tenang serta membantu memberikan informasi tentang kondisi penderita, keadaan klinis yang menggambarkan kegawatan jantung (peningkatan frekuensi nafas, bertambah jelasnya sianosis sentral, menurunnya kemampuan minum dan produksi kencing, muntah atau melemahnya tangisan) dan rencana pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis maupun tindakan yang akan dikerjakan untuk menyelamatkan penderita dari kematian dini. Peran perawat juga sangat diperlukan dalam kardiologi pencegahan, yaitu ikut membantu mengidentifikasi faktor risiko yang kemungkinan terjadi pada penderita selama masa prenatal.
KEPUSTAKAAN
1. Artman M, Mahony L, Teitel DF. Neonatal Cardiology. The McGraw-Hill Companies Medical Publishing Division. 2002
2. Ontoseno T. Kelainan jantung bawaan dan etiologinya masa kini. Buletin Toraks Kardiovaskuler Indonesia. 1996 : IV (4) : 30-34.
3. Saenz RB, Diane KB, Laramie C. Triplett, M.D. Caring for Infants with Congenital Heart Disease and Their Families. University of Mississippi Medical Center Jackson, Mississippi American academy of Family Physician. 2003
4. Madiyono B. Kardiologi anak masa lampau, kini, dan masa mendatang : Perannya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit kardiovaskuler. Pidato pada upacara pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam ilmu kardiologi anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1997: 11 Juni.
5. Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA, Tynan M. Fetal circulation and circulatory changes at birth. In : Anderson RH, Macartney FJ, Shinebourne EA and Tynan M, eds. Paediatric Cardiology. Vol.2 Churchill Livingstone, 1987: 109.
6. Wren C, Richmond S, Donaldson L : Presentation of congenital heart disease in infancy : implications for routine examination. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 1999 : 80 : F49-F53.
7. Dinarevic S, Kurtagic S, Maksic H : Use of prostaglandins in neonatal Cardiology. Med Arh. 2000 :54(5-6):279-82
8. Westmoreland D : Critical congenital cardiac defects in the newborn. J. Perinat Neonatal Nurs. 1999 : Mar 12(4):67-87.
9. Friedman WF, Silverman N. Congenital Heart Disease in Infancy and Childhood. In Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine..6th ed. Ed By Braunwald, Zipes, Libby. WB Saunders Company Philadelphia London New York St Louis Sydney Toronto. 2001: pp 1505-1591.
18
10. Korones SB, Bada-Ellzey HS : Shock. In : Korones SB, Bada-Ellzey HS,eds. Neonatal Decision Making. B.C Decker An Imprint of Mosby-Year Book, Inc. 1993 : 158-160.
11. Sastroasmoro S. Penatalaksanaan awal penyakit jantung bawaan sianotik. Dalam: Sastroasmoro dan Madiyono B ed. Penatalaksanaan kedaruratan kerdiovaskular pada anak Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XX FKUI. Desember 1989:1-20
12. Hsia C.C.W. Respiratory Function of Hemoglobin. The New England Journal of Medicine. 1998: 338 (4) : 239-47
13. Wilkinson JL. Initial management and referral for surgical intervention of neonates with critical congenital heartd disease. Indones J Pediatr Cardiol 2002:1: 4-6
14. Dinarevic S, Kurtagic S, Maksic H : Use of prostaglandins in neonatal cardiology. Med Arh. 2000 : 54(5-6):279-82
15. Mulyadi M Djer, Bambang Madyono, Sudigdo Sastroasmoro, Sukman T Putra, Ismet N Oesman, Najib Advani, Mazeni Alwi : Stent implantation into ductus arteriosus: a new alternative of palliative treatment of duct-dependent pulmonary circulation. Paediatrica Indonesiana. 2004 : 44 (1-2): 30-36.
16. Korones SB, Bada-Ellzey HS : Patent Ductus Arteriosus. In : Korones SB, Bada- Ellzey HS,eds. Neonatal Decision Making. B.C Decker An Imprint of Mosby- Year Book, Inc. 1993 : 162-163.
17. Rao PS. Interventional pediatric cardiology: state of art and future directions. Pediatr Cardiol 1998 : 19: 107-24
18. Ontoseno T. Perjalanan hidup penderita dengan Penyakit Jantung Bawaan. Jurnal Kardiologi Indonesia. 1996 : XXI : 329-334.
19. Lewis AB, Freed MD, Heyman MA, Roehl SL, Kensey RC. Side effect of prostaglandin E1 in infants with critical congenital heart disease. Circulation 1981: 64: 893-8.
20. Sao Paulo SP : Critical Analysis of Diagnostic Methods in Pediatric Cardiology. Arq Bras Cardiol 2001: 76 (1), 4-6.
21. Sullivan ID : Prenatal diagnosis of structural heart disease : doe it make a difference to survival ? Heart 2002 : 87: 405-406.
22. Eronen M : Outcome of fetuses with heart disease diagnosed in utero. Arch Dis
a. Child 1997 : 77 : F41-F46
19