Cari Blog Ini

Selasa, 29 Desember 2009

PENGGUNAAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PREVENSI KELAHIRAN PRETERM PADA WANITA HAMIL DENGAN VAGINOSIS BAKTERIAL ASIMTOMATIK

PENGGUNAAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PREVENSI KELAHIRAN PRETERM PADA WANITA HAMIL DENGAN VAGINOSIS BAKTERIAL ASIMTOMATIK

Latar Belakang
Vaginosis bakterial telah diketahui berhubungan dengan kelahiran preterm. Dalam percobaan-percobaan klinis, pengobatan vaginosis bakterial pada wanita hamil yang telah mengalami persalinan preterm sebelumnya dapat menurunkan resiko berulangnya kejadian tersebut.
Metode
Untuk menentukan apakah pengobatan pada wanita dengan bakterial vaginosis asimptomatik (berdasarkan pengecatan gram & pH vaginal) dapat mencegah persalinan preterm, kami secara acak meneliti 1953 wanita yang memiliki umur kehamilan 16-24 minggu untuk menerima dosis 2 gram metronidazole atau plasebo.
Hasil
Vaginosis bakterial ditemukan pada 657 dari 845 wanita pada kelompok metronidazole yang telah melalui follow-up pengecatan gram (77,8%) dan 321 dari 859 wanita pada kelompok plasebo (37,4%). Persalinan preterm terjadi pada 116 wanita kelompok metronidazole (12,2%) dan 121 wanita kelompok plasebo (12,5%). (RR 1,0. 95% Interval kepercayaan 0,8-1,2). Pengobatan ternyata tidak mencegah terjadinya persalinan Preterm yang disebabkan persalinan spontan, atau ruptur selaput amnion secara spontan. Pengobatan dengan metronidazol tidak menurunkan resiko melahirkan preterm berulang, infeksi intraamnion atau post partum, sepsis neonatal, atau rujukan bayi ke NICU.
Kesimpulan
Pengobatan vaginosis bakterial asimptomatik pada ibu hamil tidak mengurangi terjadinya kelahiran preterm atau bayi yang cacat. (N.Engl J Med 2000; 342; 534-40.)
------------

LATAR BELAKANG

Kelahiran preterm adalah penyebab utama kematian dan kesakitan neonatus. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi berhubungan dengan persalinan preterm dan berat badan bayi lahir rendah1. Khorioamnionitis berhubungan kuat dengan persalinan preterm2,3 dan kegagalan terapi dengan obat tokolitik4.Kejadian infeksi terlihat dari adanya organisme atau sitokin peradangan di dalam cairan amnion atau membran khorioamnion, 3-5 biasanya diikuti dengan persalinan preterm dan ruptur membran preterm, terutama pada usia kehamilan yang masih awal. Mikroorganisme yang paling sering ditemukan dalam cairan amnion dan plasenta adalah berasal dari vagina, khususnya pada wanita dengan vaginosis bakterial.3
Vaginosis bakterial dialami kurang lebih 800.000 wanita hamil per tahun di Amerika Serikat, dan wanita dengan vaginosis bakterial lebih sering mengalami persalinan preterm atau berat badan bayi lahir rendah daripada wanita yang tidak mengalami vaginosis bakterial.6-10 Apabila pengobatan vaginosis bakterial bertujuan untuk untuk menurunkan resiko ini, seperti 80.000 kelahiran preterm, 4000 perinatal diantaranya meninggal dan 4000 sisanya mengalami kelainan neurologis tiap tahun di Amerika Serikat akan dapat dicegah.9 Penggunaan metronidazole tunggal atau metronidazole dengan eritromisin akan mengurangi resiko berulangnya persalinan preterm diantara para wanita dengan vaginosis bakterial yang telah mengalami persalinan preterm sebelumnya.. Bagaimanapun juga, pengobatan vaginosis bakterial dengan krim klindamisin vaginal pada wanita hamil dengan resiko persalinan preterm yang rendah tidak mengurangi terjadinya persalinan preterm.14,15 Untuk menentukan apakah skrining vaginosis bakterial dan pengobatan sistemik dari kondisi ini akan menurunkan resiko kejadian persalinan preterm, kami telah mengadakan sebuah percobaan terapi metronidazole pada wanita hamil dengan vaginosis bakterial asimptomatik.

METODE
Subjek dan Pemeriksaan Awal
Kami telah memeriksa dengan teliti wanita-wanita dengan kehamilan berusia 8 minggu sampai 22 minggu 6 hari untuk mengetahui adanya vaginosis bakterial dan infeksi Trichomonas vaginalis. Beberapa wanita tidak memenuhi syarat untuk diperiksa karena hal-hal berikut:
1. Peningkatan cairan vagina, disertai gatal, rasa terbakar, atau bau.
2. Alergi terhadap metronidazole.
3. Penyalahgunaan pemakaian Etanol yang sering.
4. Terapi dengan antibiotik 14 hari sebelumnya.
5. Dengan sengaja menerima perawatan antenatal atau melakukan persalinan di tempat perawatan yang bukan tempat dilakukannya follow-up atau dimana semua informasi mengenai persalinan tersebut tidak dapat dilacak.
6. Merencanakan terapi antibiotik sebelum persalinan.
7. Sedang atau berencana melakukan Cervical cerclage.
8. Terjadi kelahiran preterm sebelum pemeriksaan.
9. Sedang atau merencanakan terapi dengan obat tokolitik.
10. Janin lahir mati atau janin lahir hidup dengan cacat.
11. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
12. Penyakit medis (Hipertensi, DM, Asma) yang memerlukan terapi obat secara intermiten dalam jangka waktu lama.

Sebuah Dacon swab diambil dari perbatasan 1/3 atas dan 2/3 bawah dari dinding lateral vagina, diambil selapis dan ditaruh diatas side glass dan ditetesi dengan stik pH (Color phast pH Stick,Curtin Matheson, Grand Prairie, Tex). Slide dari wanita yang mempunyai pH vagina lebih tinggi dari 4,4 dikirim ke laboratorium salah satu peneliti, dimana mereka melakukan pengecatan Gram, hasil penelitian diintrepetasikan menurut kriteria Nugent, et al. Sistem penilaian secara detail dijelaskan pada tabel 1. Berhubungan dengan hasil penelitian kami sebelumnya, kami membatasi vaginosis bakteri sebagai nilai pengecatan gram 7 atau lebih pada perbatasan vagina dengan pH lebih dari 4,4. Slide dari wanita dengan pH vagina 4,4 atau dibawahnya dibuang, karena menurut definisi kami, wanita-wanita ini tidak memiliki riwayat vaginosis bakterial. Swab tambahan diinokulasikan ke dalam medium Diamond untuk isolasi T. vaginalis.
Para wanita yang terbukti mengalami vaginosis bakteri saat pemeriksaan akan dipertimbangkan untuk dilakukan pengacakan. Mereka yang mempunyai vaginosis bakteri dan T.vaginalis secara bersamaan, tidak memenuhi syarat untuk dilakukan percobaan dan langsung diarahkan untuk menjalani percobaan pengobatan infeksi T.vaginalis. Para wanita tidak memenuhi syarat utama untuk dilakukan randomisasi, bila mereka hamil dengan umur kehamilan 16 minggu 0 hari sampai 23 minggu 6 hari dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Para wanita tidak memenuhi kriteria bila mereka mengkonsumsi antibiotik sejak pemeriksaan, apabila waktu antara pemeriksaan dan randomisasi melebihi 8 minggu atau jika tes mereka terhadap syphilis atau gonorrhea (atau Chlamydia trachomatis jika dilakukan pemeriksaan rutin pada masa kehamilan) adalah positif. Hasil penelitian ini diakui oleh instansi yang bertugas memantau lembaga-lembaga klinis, dan semua wanita telah diberi lembar inform consent sebelum randomisasi.

Randomisasi dan Follow Up.
Semua wanita di USG, jika mereka belum melakukan itu, untuk mengkonfirmasi masa kehamilan fetus, diperkirakan dari waktu menstruasi terakhir. Secara random, sampel vagina diambil untuk pengukuran pH, pengecatan Gram, dan kultur T. vaginalis. Hasil yang didapat dilaporkan ke pusat koordinasi biostatistik tetapi tidak ke bagian klinis.
Setelah semua spesimen diperoleh, para wanita secara acak mendapat perlakuan Double Blind dengan mendapat 8 kapsul, tiap kapsul mengandung 250mg Metronidazole atau plasebo laktosa. Kapsul-kapsul tersebut disiapkan dengan menempatkan baik tablet generik metronidazole atau tablet plasebo dalam sebuah kapsul dan mengisinya dengan laktosa, sehingga mereka memiliki penampilan yang sama. Kapsul tersebut akan tercerna dan akan mempresentasikan hasil penelitian terhadap personal. Para wanita diberi tambahan 8 kapsul yang mengandung substansi yang sama seperti sebelumnya, untuk diminum selama 48 jam berikutnya. Di dalam meta-analisis, sebuah kesamaan pada 2 dosis regimen dilakukan untuk mendapatkan efektifitas yang sama untuk standar 7 hari penggunaan metronidazole, dalam penelitian awal kami menemukan bahwa persamaan ini mengurangi nilai pengecatan Gram kurang dari 7 dalam 100% dari 33 wanita dan ke-4 atau kurang dari 89% wanita. Metode randomisasi Urn, dimana stratifikasinya menurut pusat klinis, digunakan untuk membuat sekuens randomisasi umum komputer.
Satu kunjungan Follow Up dijadwalkan antara masa kehamilan 24 minggu 0 hari hingga 29 minggu 6 hari, sekurang-kurangnya 14 hari setelah kunjungan awal. Tipe spesimen yang dikumpulkan pada waktu kunjungan awal, dikumpulkan lagi pada waktu Follow Up. Para pekerja di klinik sekali lagi tidak menyangka apa yang akan terjadi pada hasil pemeriksaan. Para wanita diberi perlakuan lagi yang sama dengan dua dosis yang serupa diterima awal, tanpa memperhatikan hasil dari Follow Up pengecatan gram. Pemeriksaan secara personal kepada para wanita dengan menanyakan apakah mereka telah menerima dosis kedua, yang harus diterima 48 jam setelah dosis awal; mengenai efek samping yang mungkin timbul pada 2 dosis awal, dan mengenai apakah mereka telah mendapat antibiotik klinis setelah randomisasi.

Penilaian Hasil
Umur kehamilan pada waktu randomisasi dapat diketahui dengan menghitung waktu dari menstruasi terakhir, dengan ketentuan bahwa perkiraan berdasarkan hari menstruasi terakhir dan berdasarkan hasil ultrasonografi yang disetujui dalam 7 hari, jika ultrasonografi dilakukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, atau dalam 14 hari, jika dilakukan pada umur kehamilan setelah 20 minggu. Ketika ada perbedaan pada dua penaksiran, umur kehamilan pada randomisasi ditentukan dari hasil pemeriksaan ultrasonografi yang pertama dilakukan selama kehamilan, dan umur kehamilan pada saat kelahiran ditentukan dari lama waktu antara randomisasi dan kelahiran. Kelahiran preterm didefinisikan sebagai kelahiran pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu lengkap (256 hari).
Sebagai tambahan pada garis dasar dan kunjungan lanjutan, wanita tersebut menerima perawatan prenatal yang biasa pada tempat perawatannya. Setelah kelahiran, personil studi melakukan review semua rekam medis prenatal, proses kelahiran, dan postpartum dan abstraksi tanggal kelahiran, berat bayi lahir, and terapi antibiotik yang diberikan selama randomisasi sampai waktu postpartum, termasuk tanggal dan indikasi untuk terapinya. Juga perlu dicatat kunjungan dan perizinan untuk ke rumah sakit, persalinan preterm, penggunaan obat tokolitik, ketuban pecah dini (kurang dari satu jam sebelum onset persalinan dan sebelum umur kehamilan 37 minggu), gejala klinis infeksi intraamniotik, endometritis postpartum, dan sepsis neonatal.

Analisa Statistik
Kita membandingkan variabel berlanjut menggunakan tes Wilcoxon rank-sum dan membandingkan variabel kategorikal menggunakan chi-square atau tes eksak Fisher. Perpanjangan kehamilan ditaksir oleh life table methods, dengan wanita-wanita memasuki life table methods pada umur kehamilan pada saat randomisasi dan berkelanjutan sampai mereka melahirkan, tidak terpengaruh pada follow up, atau mencapai 37 kehamilan minggu, yang mana saja datang lebih dulu. Kurva Event-Free survival diperkirakan dengan menggunakan metode Kaplan-Meier, dengan penyesuaian untuk membedakan umur kehamilan pada saat masuk. Arti statistik yang menyangkut perbedaan antara kurva survival ditaksir dengan menggunakan tes fungsi skor propotional-hazards-model. Sebelum memulai penelitian, pembagian grup cara Lan dan DeMets yang dimodifikasi O’Brien-Fleming dipilih untuk menyesuaikan dengan tingkat kemaknaan analisa sementara. Dua analisa sementara diadakan, dengan data koresponden 14 sampai 49 persen dari sampel yang direncanakan. Maka, pada analisa final tentang persalinan preterm, nilai two-tailed P 0,049 atau kurang, lebih tepatnya 0,05 atau kurang, dianggap signifikan. Untuk perbandingan lainnya, nilai P 0,05 atau kurang dianggap signifikan. Sebuah data independen dan komite pengawasan keselamatan meninjau hasil sementara.

Hasil
Total 29.625 wanita dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan skreening mulai 30 Mei 1995 sampai 5 Januari 1998. Dari jumlah ini, 21.965 wanita menyelesaikan pemeriksaan skreening, 6540 mempunyai bakterial vaginosis tanpa trichomoniasis, dan 1953 secara acak diberikan plasebo atau metronidazole. Karakteristik wanita pada dua grup ini mirip. Data umur kehamilan (dalam minggu) pada saat persalinan hilang pada 34 wanita (1.7 persen), 13 pada kelompok metronidazole dan 21 pada kelompok plasebo.

Pemenuhan dan Efek Samping
Terapi secara penuh terdiri dari 32 kapsul yang terbagi pada empat dosis, wanita yang tidak melengkapi kunjungan follow up dianggap tidak meminum obat lagi setelah pemberian yang pertama. Karena wanita tersebut tidak menghubungi lagi setelah kunjungan follow up, informasi yang tidak terkumpul dianggap sampai final (keempat) dosis 2 gram penuh. Untuk tiga dosis pertama, rata-rata jumlah kapsul yang diambil oleh wanita berdasarkan informasi ini 21,4 pada grup metronidazole dan 21,7 pada grup plasebo (P=0,12). Semua kapsul yang berjumlah 24 pada tiga dosis pertama diambil oleh 78.8 persen wanita pada grup metronidazole dan 81.8 persen pada grup plasebo; tidak ada wanita pada grup metronidazole dan hanya satu pada grup plasebo yang tidak mnengambil kapsulnya.

Total 1757 dari 1953 wanita (90 persen) kembali untuk follow up dan memberikan informasi tentang efek sampingnya. Alasan kegagalan untuk kembali karena kehilangan kontak (114 wanita), tidak setuju untuk melanjutkan pada studi ini (38 wanita), melahirkan sebelum jadwal kunjungan (27 wanita), dan alasan macam-macam (17 wanita); tidak ada perbedaan signifikan antara dua grup ini pada jumlah yang tidak melanjutkan kunjungan follow up. Efek samping secara signifikan lebih sering terjadi pada grup metronidazole (21,6 persen) daripada grup plasebo (9,1 persen). Penemuan ini dianggap disebabkan oleh secara langsung tingginya gejala gastrointestinal (19,7 persen vs. 7.5 persen), sering muntah (9.7 persen vs. 2.8 persen), pada grup metronidazole. Total 12 persen wanita pada grup metronidazole dan 4.9 persen pada grup plasebo diberi terapi untuk infeksi jamur vagina dengan obat antijamur topical (P<0.001).

Kejadian Persalinan Preterm
Data hasil tersedia untuk 1919 dari 1953 wanita (98.3 persen). Frekuensi persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu tidak berbeda secara signifikan pada grup metronidazole dan grup plasebo (resiko relatif pada grup metronidazole, 1.0; interval kepercayaan 95 persen, 0.8 sampai 1.2). Demikin juga, tidak ada perbedaan signifikan antara kedua grup pada jumlah persalinan sebelum usia kehamilan 35 atau 32 minggu. Pada kedua grup tidak ada perbedaan signifikan tentang berat lahir rendah (<2500 g), berat lahir sangat rendah (<1500 g), atau persalinan preterm yang disebabkan persalinan spontan atau ketuban pecah dini. Grup plasebo dan metronidazole dibandingkan pada analisis kelangsungan hidup. Analisa tambahan tidak menemukan pada semua grup, dimana metronidazol secara signifikan menurunkan kejadian persalinan preterm.

Efektivitas Terapi
Di antara wanita yang mengikuti pengecatan Gram setelah terapi pertama, bakterial vaginosis masih ditemukan pada 188 dari 845 wanita pada grup metronidazole (22,2 persen) dan 538 dari 859 wanita pada grup plasebo (62,6 persen). Di antara 1687 wanita pada kedua grup yang mengikuti follow up pengecatan Gram dan informasi tentang persalinannya tersedia, persalinan preterm terjadi pada 77 dari 718 wanita yang mempunyai bakteri vaginosis pada saat follow up (10.7 persen) dan 103 dari 969 wanita mengalami remisi bakterial vaginosis (10.6 persen) (P=0.95), tanpa mempedulikan terapinya.

Hubungan Kehamilan yang Lain dan Komplikasi Neonatal
Terapi dengan metronidazole tidak menurunkan kejadian pengiriman ke rumah sakit karena persalinan preterm atau ketuban pecah dini, penerimaan obat tokolitik, infeksi vagina yang membutuhkan terapi, infeksi intraamniotik klinik, atau endometritis postpartum. Kedua grup tidak berbeda secara signifikan tentang pengaliran mekonium, kematian janin atau neonatus selama perawatan, pengiriman ke ruang perawatan intensif neonatus (NICU), ataupun kejadian sepsis neonatal.

DISKUSI
Pada eksperiman klinis ini, terapi dari bacterial vaginosis asimptomatis dengan metronidazol tidak menurunkan resiko kelahiran premature pada wanita dengan resiko kelahiran premature rendah atau dengan riwayat kelahiran premature. Hasil kami setuju dengan Mc Donald et al.,12 yang juga melaporkan tidak ada penurunan resiko kelahiran premature diantara wanita hamil dengan bacterial vaginosis yang diterapi dengan metronidazol. Kadang-kadang, hasil kami pada wanita dengan riwayat melahirkan premature sebelumnya berbeda dengan beberapa penelitian lain yang sebagian besar menemukan adanya penurunan resiko kelahiran prematur berulang pada wanita dengan bacterial vaginosis yang diterapi dengan metronidazol11,12 atau metronidazol dan erythromicin13 daripada wanita yang menerima placebo. Bagaimanapun, penelitian kami berbeda dengan yang lain dalam beberapa hal. Dua penelitian mempelajari wanita yang pernah melahirkan premature sebelumnya,11,13 dimana kami mempelajari populasi wanita hamil secara umum. Penelitian ketiga, bacterial vaginosis didiagnosa berdasarkan hasil positif pada kultur untuk Gardnerella vaginalis, sedangkan kami dengan pewarnaan gram.12

Beberapa kritik mungkin ditujukan pada penelitian kami. Terapi terdiri dari terapi jangka pendek metronidazol yaitu 2x2gr dosis dalam 48 jam yang terpisah secara acak, dan 2 dosis lagi dalam 24 jam pada wanita dengan usia kehamilan < 30 minggu. Kami memilih regimen ini untuk memenuhi kebutuhan, sedikitnya separuh terapi dapat diberikan pada setiap penelitian yang ada sekarang. Berbeda dengan regimen kami yang memakai 4x2 gr dosis, regimen metronidazol yang digunakan dalam penelitian lain diberikan lebih dari 4 hari12 atau 7 hari.11,13 regimen kami sama efektifnya dengan yang digunakan oleh penelitian lain untuk terapi bacterial vaginosis, tetapi mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memusnahkan organisme dari tractus genital bagian atas. Kemungkinan lain, antibiotik tambahan yang mempunyan efek anti inflamasi, atau dengan spektrum yang berbeda, seperti eritromicin, mungkin diperlukan untuk menurunkan resiko kelahiran prematur.
Pemberian terapi lebih dini atau akhir dalam kehamilan mungkin memberikan hasil yang berbeda, karena infeksi bacterial vaginosis intra uterin mungkin mendahului kehamilan.21 Kami memilih untuk memberikan terapi lebih dini pada trimester ke-2 untuk menghindari pengaruh metronidazol pada janin di trimester pertama dan mengulangi terapi pada trimester ke-2 atau awal trimester ke-3 sehingga terlalu banyak terapi yang diberikan. Tidak ada perbedaan manfaat terapi yang diberikan pada wanita sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan sesudah 20 minggu, dimana ketika membran yang membatasi uterus tertutup,21 dan tidak ada penurunan angka kelahiran pada usia kehamilan < 32 minggu, yang paling mendekati waktu pemberian terapi. Penemuan ini menunjukkan bahwa waktu terapi kami sudah tepat.
Hasil kami menunjukkan bahwa pemeriksaan awal pada wanita untuk menemukan adanya bacterial vaginosis asimtomatis dan memberikan terapi jangka pendek dengan metronidazol oral tidak menurunkan resiko kelahiran prematur walaupun efektif membasmi bacterial vaginosis. Walaupun berbagai literature menunjukkan bahwa infeksi intra uterin dan bacterial vaginosis berhubungan dengan kelahiran premature,3-10 hasil penelitian kami tidak mendukung penggunaan metronidazol untuk mencegah kelahiran premature pada wanita hamil dengan bacterial vaginosis asimtomatis, tidak peduli apakah infeksi tersebut beresiko tinggi atau rendah untuk menyebabkan kelahiran prematur.

Didukung oleh bantuan dari The National Institute of Children Health and Human Development (U10 HD21410, U10 HD21414, U10 HD 27869, U10 HD27917, U10 27905, U10 HD27860, U10 HD27861, U10 HD27883, U10 HD27889, U10 HD27915, U10 HD34122, U10 HD34116, U10 HD34210, U10 HD34208, dan U10 HD34136) dan The National Institute of Allergy and Infectious Disease (AI 38514 dan U01 HD36801).
Dipresentasikan pada pertemuan tahunan The Society for Maternal-Fetal Medicine, San Francisco, 21-23 Januari 1999.

Kami berhutang budi pada P. Hitchcock, D.V.M., atas konstribusinya merancang penelitian ini.

APPENDIX
Anggota lain dari The National Institute of Child Health and Human Development Network of Maternal-Fetal Medicine Units adalah sebagai berikut : University of Alabama at Birmingham: R. Copper, A. Northen, W. Andrews; University of Chicago: P. Jones, M. Lindheimer; University of Cincinnati: N. Elder, T. Siddiqi; George Washington University Biostatistic Center: C. MacPherson, S. Leindecker; Magee Woman’s Hospital: S. Caritis, M. Controneo, T. Camon; University of Miami: S. Beydoun, C. Alfonso; National Institute of Child Health and human Development: C. Catz, D. McNellis, S. Yaffe; Ohio State University: J. Iams, F. Johnson, M. Landon; University of Oklahoma:
G. Thurnau, A. Meier; Medical University of South Carolina: B. Collins, F. LeBoeuf, R. Newman; University of Tennessee: B. Mercer, R. Ramsey; University of Texas at San Antonio: M. Berkus,
S. Nicholson; University of Texas Southwestern Medical Center: M. Sherman, S. Bloom; Thomas Jefferson University: M. DiVito, J. Tolosa; University of Utah: D. Dudley, L. Reynolds; Wayne State University: S. Bottoms (deceased), G. Norman.

REFERENSI
1. Gibbs RS, Romero R, Hillier SL, Eschenbach DA, Sweet RL. A review of premature birth and subclinical infection. Am J Obstet Gynecol 1992; 166:1515-28.
2. Driscoll SG. Significance of acute chorioamnionitis. Clin Obstet Gynecol 1979;22:339-49.
3. Hillier SL, Martius J, Krohn M, Kiviat N, Holmes KK, Eschenbach DA. A case-control study of chorioamnionic infection and histologic chorioamnioitis in prematurity. N Engl J Med 1988;319:972-8.
4. Hauth JC, Andrews WW, Goldenberg RL. Infection-related risk factors predictive of spontaneous preterm labor and birth. Prenat Neonat Med 1998;3:86-90.
5. Romero R, Mazor M. Infection and preterm labor. Clin Obstet Gynecol 1988;31:553-84.
6. Gravett MG, Nelson HP, DeRouen T, Critchlow C, Eschenbach DA, Holmes KK. Independent association of bacterial vaginosis and Chlamydia trachomatis infection with adverse pregnancy outcome. JAMA 1986;256:1899-903.
7. McDonald HM, O’Loughlin JA, Jolley P, Vigneswaran R, McDonald PJ. Prenatal microbiological risk factor associated with preterm birth. Br J Obstet Gynaecol 1992;99:190-6.
8. Hillier SL, Nugent RP, Eschenbach DA, et al. Association between bacterial vaginosis and preterm dlivery of a low-birth-weight infant. N Engl J Med 1995;333:1737-42.
9. Goldenberg RL, Andrews WW, Yuan AC, MacKay HT, St Louis ME. Sexually transmitted diseases and adverse outcomes of pregnancy. Clin Perinatol 1997;24:23-41.
10. Meis PJ, Goldenberg RL, Mercer B, et al. The preterm prediction study: significance of vaginal infections. Am J Obstet Gynecol 1995;173:1231-5.
11. Morales WJ, Schorr S, Albritton J. Effect of metronidazole in patient with preterm birth in preceding pregnancy and bacterial vaginosis: a placebo-controlled, double-blind study. AM J Obstet Gynecol 1994;171:345-7.
12. McDonald HM, O’Loughlin JA, Vigneswaran R, et al. Impact of metronidazole therapy on preterm birth in women with bacterial vaginosis flora (Gardnerella vaginalis): a randomized, placebo controlled trial. Br J Obstet Gynaecol 1997;104:1391-7.
13. Hauth JC, Goldenberg RL, Andrews WW, Du Bard MB, Cooper RL. Reduced incidence of preterm delivery with metronidazole and erythromycin in women with bacterial vaginosis. N Engl Med 1995;333:1732-6.
14. Joesoef MR, Hillier SL, Wiknjosastro G, et al. Intravaginal clindamycin treatment for bacterial vaginosis: effects on preterm delivery and low birth weight. Am J Obstet Gynecol 1995;173:1527-31.
15. McGregor JA, French JI, Jones W, et al. Bacterial vaginosis in associated with prematurity and vaginal fluid mucinase and salidase: result of a controlled trial of topical clindamycin cream. Am J Obstet Gynecol 1994;170:1048-60.
16. Nugent RP, Krohn MA, Hillier SL. Reliability of diagnosing bacterial vaginosis is improved by a standardized method of gram stain interpretation. J Clin Microbiol 1991;29:297-301.
17. Lugo-Miro VI, Green M, Mazur L. Comparison of different metronidazole therapeutic regimens for bacterial vaginosis: a meta-analysis. JAMA 1992;268:92-5.
18. Wei LJ, Lachin JM. Properties of the urn randomization in clinical trials. Controlled Clin Trials 1988;9:345-64.
19. Cnaan A, Ryan L. Survival analysis in natural history studies of disease. Stat Med 1989;8:1255-68.
20. Lan KKG, DeMets DL. Discrete sequential boundaries for clinical trials. Biometrika 1983;70:659-63.
21. Goldenberg RL, Andrews WW. Intrauterine infection and why preterm prevention programs have failed. Am J Public Health 1996;86:781-3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar