Pemberian ART hanya diberikan pada anak yang sudah pasti menderita infeksi HIV. Terapi ARV terkini menggunakan prinsip kombinasi karena secara imunologi dan virologi terbukti lebih baik daripada terapi mono dan dual ARV.
Kasus HIV/AIDS telah menjadi agenda kesehatan yang penting hampir di seluruh negara di dunia. Persoalan yang ditimbulkan jasad renik ini cukup pelik hingga menyentuh anak, bahkan bayi yang baru lahir. Meski patogenesis, virologi dan prinsip dasar pengobatan HIV dengan antiretroviral (ARV) pada semua orang yang terinfeksi itu sama, namun, pada bayi dan anak ada beberapa pertimbangan khusus dalam tatalaksananya.
Suatu meta analisis studi kohort dan uji klinis di USA dan Eropa menunjukkan bahwa HIV/AIDS memberikan risiko kematian yang lebih tinggi pada usia yang lebih muda. Hal ini didasarkan pada gambaran presentasi CD4. Mengingat hal tersebut maka pemberian ARV pada bayi selalu dalam bentuk terapi kombinasi, seperti protokol HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy).
Dr. Arwin Akib, SpA(K), pada Pernas HIV III di Surabaya, 6 Februari lalu, mengatakan,
ada beberapa pertimbangan untuk inisiasi ART (Anti Retroviral Therapy) pada anak. Diantaranya, banyak infeksi pada masa perinatal, risiko pajanan zidovudin atau ARV lain pada masa in utero, kebutuhan pemeriksaan virologi untuk diagnosis infeksi HIV perinatal pada anak usia kurang dari 18 bulan, perbedaan kuantitatif petanda imunologi (misalnya hitung sel CD 4) menurut usia, perubahan parameter farmakokinetik menurut usia sesuai dengan perkembangan anak dan maturasi organ yang terlibat dalam metabolisme obat, perbedaan manifestasi klinis dan virologik pada infeksi perinatal yang merupakan infeksi primer pada individu yang sedang tumbuh dengan sistem imun yang imatur, dan hal khusus yang menyangkut keterikatan/adherens ART bagi bayi/anak.
ART pada Bayi
Lalu pada usia berapa bayi mendapatkan ART? Awalnya sebagian besar klinisi mengharuskan pemberian ART pada bayi berusia <12 bulan, mengingat risiko progresifitas pada bayi cukup tinggi. Sejak tahun 2004, The Working Group on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children (USA) memberi rekomendasi untuk memulai ART bagi bayi berusia <12 bulan yang menunjukkan kelainan klinis atau imunologi tanpa melihat kadar RNA HIV serta pertimbangan untuk terapi bagi bayi asimptomatik dengan parameter imun normal.
Namun lain lagi pada pasien dengan status berbeda. Misalnya, pada anak usia > 12 bulan, ART harus diberikan bila terdapat gejala AIDS (Klasifikasi Klinis C) atau defisiensi imun berat (Klasifikasi imun 3) dan perlu dipertimbangkan bagi golongan klasifikasi klinis ringan-sedang (A dan B), supresi imun sedang (Klasifikasi imun 2)dan konfirmasi hitung RNA HIV plasma > 100.000 kopi/mL (Tabel 1). Kebanyakan ahli memilih untuk menunda ART pada anak > 1 tahun bila status imun normal dan risiko progresivitas klinis rendah (hitung RNA HIV < 100.000 kopi/mL).
Tabel 1. Indikasi untuk inisiasi ART untuk anak terinfeksi HIV usia > 1 tahun
Kategori Klinis
Persentasi CD4
Jumlah kopi RNA HIV plasma
Rekomendasi
AIDS
(Kategori Klinis C)
ATAU
< 15 %
(Kategori Imun 3)
Semua nilai
Treatment
Gejala Ringan-Sedang
(Kategori Klinis A atau B)
ATAU
15-25%
(Kategori Imun 2)
ATAU
>100.000 kopi/mL
Pertimbangkan terapi
Asimptomatik
DAN
> 25%
(Kategori Imun 1)
DAN
<100.000 kopi/mL
Kebanyakan ahli menunda terapi dengan monitor ketat parameter klinis, imunologi dan virology
Dikutip dengan modifikasi dari The Working Group on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children (Oktober 2005)
Saat ini, sebagian ahli menganjurkan ART langsung pada bayi < 6 bulan yang terbukti terinfeksi HIV, sedangkan bagi bayi usia 6-12 bulan diberikan sesuai dengan parameter klinis dan imunologi yang ditemukan. Bagi anak usia > 1 tahun tetap dengan anjuran yang sama, yaitu menunda terapi, bila status imunnya normal dan risiko progresifitas penyakit rendah.
Tabel 2. Revisi sistem klasifikasi kategori imun 1994 infeksi HIV pada anak berdasarkan usia
Kategori Imun
< 12 bulan
1-5 tahun
36-12 tahun
No./mm3
%
No./mm3
%
No./mm3
%
Kategori 1
Tidak ada supresi imun
> 1,500
> 25%
> 1,000
> 25%
> 500
> 25%
Kategori 2
Supresi Sedang
750 – 1,499
15-24 %
500 - 999
15 – 24 %
200-499
15-24 %
Kategori 3
Supresi berat
<750
<15 %
<500
15 %
<200
<15%
Dikutip dengan modifikasi dari The Working Group on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children (Oktober 2005)
Kategori N (asimptomatik) adalah anak dengan tidak adanya tanda-tanda infeksi HIV atau hanya salah satu kondisi kategori A. Kategori A (ringan) ditandai dengan 2 atau lebih kondisi penyakit berikut : limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, dermatitis, parotitis dan infeksi saluran nafas atas, sinusitis, otitis media yang berulang. Kategori B adalah anak yang menunjukkan gejala penyakit : anemia, neutropenia atau trombositopenia yang menetap > 30 hari; meningitis bakterial, pneumonia atau sepsis; candidiasis > 2 bulan; cardiomyopati, infeksi CMV sebelum umur 1 bulan; diare kronis atau berulang; hepatitis; stomatitis berulang lebih dari 2 kali setahun karena herpes simpleks (HSV); bronkitis, pneumonitis atau esofagitis HSV sebelum umur 1 bulan; herpes zooster lebih dari 1 dermatom; leiomyosarcoma; lymphoid interstitial pnumonia (LIP); nefropati; nocardiosis, demam > 1 bulan; toxoplasmosis sebelum umur 1 bulan; dan varicella. Kategori C (berat) adalah anak sesuai kondisi definisi surveillance AIDS tahun 1987 dengan pengecualian LIP (karena sudah termasuk kategori B).
Rekomendasi ARV pada Anak
Sejatinya, ARV baru diberikan pada anak yang sudah terbukti terinfeksi HIV dan mengalami defisiensi imun. Jika hanya tampak limfadenopati atau hepatomegali saja, pemberian ARV tidak dianjurkan. Zidovudin dipakai sebagai obat dasar untuk memulai terapi.
Terapi ARV terkini menggunakan prinsip kombinasi karena secara imunologi dan virologi terbukti lebih baik daripada terapi mono dan dual ARV. Peningkatan penggunaan inhibitor protease (PI) dan terapi kombinasi (HAART) menunjukkan penurunan mortalitas yang sangat berarti dari 5% (1995/1996) menjadi 1% (1997/1998). Namun yang harus tetap menjadi patokan adalah bahwa ART bukan terapi kuratif, karena provirus HIV DNA tetap dapat terdeteksi dalam limfosit darah tepi dan replikasi virus akan berlangsung kembali bila ART dihentikan.
Data uji klinik paling luas pada anak dan dewasa diperoleh dari protokol pengobatan yang memakai basis 3 kelas utama ART, yaitu basis inhibitor protease (2 NRTI + inhibitor protease); basis NNRTI (2 NRTI + 1 NNRTI); dan basis NRTI ( 3 NRTI) (tabel 3).
Tabel 3. Rekomendasi antiretroviral untuk inisiasi ART pada anak
Protease Inhibitor (PI)-based regimens
Strongly recommended
2 NRTIs + Lopinavir/Ritonavir or Nelfinavir or Ritonavir
Alternative recommended
2 NRTIs + Amprenavir (children > 4 years) or Indinavir
Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)-based regimens
Strongly recommended
Children > 3 years: 2 NRTIs + Efavirenz (with or without Nelvinafir)
Children < 3 years or who cant swallow capsules 2 NRTIs + Nevirapine
Alternative recommended
2 NRTIs + Nevirapine (children > 3 years)
Nucleoside analogue (NRTI)-based regimens
Strongly recommended
None
Alternative recommended
Zidovudine + Lamivudine + Abacavir
Use in special circumstances
2 NRTIs
Regimen that are not recommended
Monotherapy
Certain 2 NRTI-combination
2 NRTI + Saquinavir soft or hard gel capsule as a sole protease inhibitor
Insufficient data to recommend
2 NRTI + Delavirdine
Dual protease inhibitor, including saquinavir soft or hard gel capsule with low dose ritonavir with the exception of lopinavir/ritonavir
NRTI + NNRTI + protease inhibitor
Tenofovir-containing regimens
Enfuvirtide (T-20)-containing regimens
Emtricitabine (FTC)-containing regimens
Atazanavir –containing regimens
Fosamprenavir – containing regimens
Dual NRTI combinastion recommendation
Strongly recommended
Zidovudine + didanosine or lamivudine: or stavudine + lamivudine
Alternative choices
Abacavir + zidovudine or lamivudine; or didanosine + lamivudine
Use in special circumstances
Stavudine + didanosine ; or zalcitabine + zidovudine
Insufficient data
Tenofovir or emtricitabine-containing regimens
Not recommended
Zalcitabine + didanosine , stavudine, or lamivudine; or zidovudine + stavudine
Dikutip dengan modifikasi dari The Working Group on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children (Oktober 2005)
Tabel 4. Rekomendasi WHO untuk ARV lini pertama pada bayi dan anak
Regimen 2 NRTI + NNRTI :
AZT + 3TC + NVP/EFV
d4T + 3TC + NVP/EFV
ABC + 3TC + NVP/EFV
Dikutip dengan modifikasi WHO, Februari 2006.
AZT=Zidovudine 3TC=Lamivudine ABC=Abacavir NVP=Nevirapin EFV=Efavirenz
Tabel 5. ARV untuk bayi dan anak di RSCM Jakarta
1. Zidovudin (AZT)
Neonatus kurang bulan: ,5 mg/kgBB/12 jam sampai usia 2 minggu, kemudian 2 mg/kgBB/8 jam
Neonatus cukup bulan (sampai bayi usia 90 hari): oral 2 mg/kgBB/6 jam (oral), IV:1,5mg/kgBB/6 jam
Pediatrik (rentang dosis 90 mg-180 mg/m2 LPB/6-8 jam: Oral: 160 mg/m2 LPB/8 jam, IV intermitten: 120 mg/m2 LPB/6 jam, IV rumatan: 20 mg/m2 LPN/jam
Adolescen 3x200 mg/hari, atau 2x300 mg/hari
2. Stavudin (d4T)
Neonatus (sedang dalam evaluasi PACTG 332)
Pediatrik 1 mg/kgBB (sampai berat 30 kg), 2x sehari
Adolesen/dewasa BB > 60 kg 2 x 40 mg, BB< 60kg 2x30 mg sehari
3. Lamivudin (3TC)
Neonatus (bayi < 30 hari) 2 mg/kgBB, 2x sehari
Pediatrik 4 mg/kgBB, 2x sehari
Adolesen BB > 50kg: 2 x 150 mg/hari; BB< 50 kg: 2 mg/kgBB, 2x sehari
4. Nevirapin (NVP)
Perinatal profilaksis 2 mg/kgBB (oral) pada usia 48 jam
Neonatus (sampai usia 2 bulan), 14 hari pertama: 5 mg/kgBB atau 120mg/m2 1x sehari
14 hari kedua : 120 mg/m2 2x sehari, berikutnya : 200mg/m2 2x sehari sampai usia 2 bulan
Pediatrik 14 hari pertama: inisial 120 mg/m2 2x sehari(max. 200mg) kemudian naikkan sampai dosis penuh 120-200 mg/m22x sehari (max 200mg) bila tidak terdapat rash atau reaksi simpang obat lainnya, atau dosis penuh (sesudah inisial) anak usia < 8 tahun 7 mg/kgBB 2x sehari dan anak usia > 8 tahun 4 mg/kgBB sehari
Adolesen inisial 1x200 mg sehari selama 14 hari, kemudian naikkan menjadi 2x200 mg bila tidak terdapat rash atau reaksi simpang obat lainnya
5. Nelfinavir (NVF)
Neonatus 40 mg/kgBB, 2x sehari
Pediatrik 20-30 mg/kgBB, dapat sampai 45 mg/kgBB, 3x sehari
Adolesen 2x1250 mg/hari, atau 3x750 mg/hari
Sedangkan, protokol pengobatan berbasis protease inhibitor untuk anak, baru dianjurkan untuk anak yang lebih besar, bahkan WHO tidak mencantumkannya sama sekali dalam rekomendasinya (Tabel 4). Disesuaikan dengan obat yang ada di Indonesia, RSCM Jakarta memutuskan untuk memakai ART dengan basis NNRTI: zidovudine + lamivudine + nevirapin sebagai terapi awal (Tabel 5).
Sesuai dengan bukti uji klinis, terapi kombinasi ART selalu merupakan kombinasi minimal 3 jenis obat. Umumnya pada saat ini, pengobatan HIV dilakukan dengan basis inhibitor protease yang pada anak baru dianjurkan untuk anak besar. Akhirnya, meski berbagai protokol terapi telah diteliti dan dipaparkan para ahli, namun demikian keberhasilan ART tergantung kontinuitas pengobatan dengan melakukan konseling pada pasien dan keluarga sebaik mungkin.
(Iffa/Surabaya)
Taken from : /rubrik/one_news_print.asp?IDNews=447 | 756 hits
Selasa, 29 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar